Asosiasi Garment dan Tekstil Indonesia (AGTI) menepis isu mengenai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil dan garmen. Ketua Umum AGTI, Anne Patricia Sutanto, menegaskan bahwa industri tekstil nasional masih berada dalam kondisi stabil bahkan menunjukkan tren pertumbuhan positif. Hal ini disampaikan Anne usai melakukan audiensi dengan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Kantor Kemenaker, Jakarta, pada Kamis, 6 November 2025.

“Tidak ada pemutusan hubungan kerja. Justru banyak perusahaan yang menambah kapasitas produksi, merekrut tenaga kerja baru, bahkan membuka pabrik baru,” ujar Anne dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/11/2025). Menurutnya, fakta tersebut membuktikan bahwa industri tekstil dan garmen Indonesia tetap bergerak maju di tengah berbagai tekanan global.

Dalam pertemuan tersebut, AGTI dan Kemenaker membahas sejumlah langkah strategis untuk memperkuat daya saing industri, salah satunya melalui peningkatan kompetensi tenaga kerja. Anne menilai, program magang industri dari Kemenaker merupakan peluang besar bagi perusahaan untuk mencetak tenaga kerja siap pakai. “Kuotanya mencapai 15 persen dari total karyawan di setiap perusahaan. Ini kesempatan besar untuk membangun sumber daya manusia yang kompeten,” ungkapnya.

AGTI juga berkomitmen mendukung penyusunan kurikulum berbasis kompetensi yang disusun secara kolaboratif antara industri, akademisi, dan pemerintah. Kurikulum tersebut diharapkan mampu melahirkan tenaga kerja yang adaptif terhadap perkembangan teknologi serta memiliki daya saing tinggi di pasar global.

Selain penguatan SDM, AGTI mengusulkan pembentukan Productivity Center di sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK) seperti di Serang, Bekasi, Solo, Bandung, dan Semarang. Fasilitas ini akan difokuskan pada peningkatan keterampilan serta efisiensi tenaga kerja di sektor tekstil dan garmen.

Anne juga menekankan pentingnya penyederhanaan proses perizinan dan pemangkasan biaya regulasi lintas kementerian, termasuk di Kemenaker, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Lingkungan Hidup. Langkah-langkah tersebut diyakini dapat memperkuat ekosistem industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar lebih efisien dan kompetitif, terutama dalam menghadapi tantangan perdagangan global.

Dengan berbagai strategi itu, AGTI optimistis industri tekstil Indonesia akan terus tumbuh, terlebih di tengah implementasi berbagai perjanjian perdagangan internasional seperti EU–Indonesia Free Trade Agreement (FTA) dan Indonesia–Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA). “Kami sangat yakin masa depan industri tekstil Indonesia akan semakin cerah dan kompetitif di pasar dunia,” tutup Anne.