Industri tekstil merupakan sektor yang membutuhkan investasi besar dan melibatkan tenaga kerja dalam jumlah masif. Di balik ribuan pekerja tersebut, ada ribuan keluarga yang menggantungkan harapan dan kelangsungan hidup pada keberlanjutan industri ini. Karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk mengambil sikap yang tegas dan jelas dalam melindungi sektor strategis ini.
Fenomena yang terjadi saat ini cukup memprihatinkan. Sebuah industri tekstil nasional yang padat modal dan tenaga kerja justru terancam bangkrut akibat membanjirnya pakaian bekas impor di pasar domestik. Pakaian bekas ini hadir dengan harga jauh lebih murah, bahkan banyak yang masih terlihat layak pakai dan mengikuti tren, sehingga menarik bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini memunculkan perdebatan yang membelah opini publik ke dalam dua sisi yang berseberangan.
Di satu sisi, masyarakat yang peduli terhadap keberlangsungan industri tekstil dalam negeri menolak perdagangan pakaian bekas impor karena berpotensi mematikan bisnis tekstil nasional dan mengancam mata pencaharian ribuan pekerja. Namun di sisi lain, kelompok masyarakat yang mengutamakan harga terjangkau menyambut baik kehadiran pakaian bekas karena dianggap sebagai alternatif ekonomis yang tetap memberikan pilihan gaya.
Pertanyaan besar kini muncul: di pihak siapa pemerintah akan berdiri? Keputusan pemerintah sangat dinantikan untuk memberikan rasa keadilan bagi kedua kepentingan tersebut.
Melihat situasi yang semakin mendesak, pemerintah tidak dapat lagi menganggap isu pakaian bekas sebagai persoalan kecil. Diperlukan kebijakan yang berpihak sekaligus adil. Salah satu langkah yang bisa dipertimbangkan adalah menetapkan pengenaan pajak impor terhadap pakaian bekas yang masih berkualitas sangat baik, bahkan tampak seperti baru. Kebijakan ini dapat menjadi upaya perlindungan bagi industri tekstil dalam negeri sekaligus memberikan pemasukan tambahan bagi negara.
Dengan kualitas pakaian bekas yang semakin baik, penerapan pajak yang proporsional akan menciptakan persaingan yang lebih sehat. Langkah ini juga memberikan sinyal bahwa pemerintah hadir dalam menjaga keberlangsungan industri tekstil nasional tanpa langsung menutup akses masyarakat terhadap produk terjangkau.
Pada akhirnya, kebijakan yang tegas, adil, dan berpihak pada pembangunan industri nasional menjadi kebutuhan mendesak. Semoga pemerintah dapat mempertimbangkan langkah kebijakan yang tidak hanya melindungi perekonomian, tetapi juga menjaga kesejahteraan sosial masyarakat secara luas.