Industri garmen di Indonesia kini berada dalam situasi gawat darurat. Ancaman dumping produk-produk asal China menjadikan Indonesia sebagai surga dumping, yang menyebabkan banyak pabrik tekstil di Indonesia terpaksa tutup dan mem-PHK ribuan pekerja. Salah satu contoh di Batam adalah PT Batam Bintan Apparel (BBA) yang gulung tikar tahun lalu, menyisakan hanya dua perusahaan tekstil, termasuk PT Ghim Li.

Indonesia menjadi target dumping produk China karena kelebihan produksi di China akibat menurunnya daya beli berbagai negara. Produk yang tidak terjual tersebut diimpor ke Indonesia dengan harga yang sangat murah, merusak pasar lokal.

Ketua Apindo Batam, Rafky Rasyid, menyatakan bahwa fenomena dumping ini mulai dirasakan sejak perang Rusia-Ukraina. Perusahaan tekstil mengalami penurunan permintaan di pasar global dan sulit beroperasi, ditambah dengan serbuan produk murah impor dari China yang membanjiri pasar Indonesia.

"Produk dari China murah, cukup signifikan bedanya sehingga masyarakat lebih memilih produk-produk dari China. Pakaian bekas juga berpengaruh, cukup banyak. Sampai saat ini pemerintah juga belum bisa menghentikan masuknya pakaian bekas dari luar negeri itu," kata Rafky pada Jumat (12/7).

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengusulkan pembentukan kementerian khusus yang mengurusi industri tekstil, namun Rafky menilai bahwa yang lebih penting adalah dukungan pemerintah terhadap pengusaha di sektor padat karya ini. Menurutnya, perlindungan terhadap industri tekstil harus diberikan, terutama dari serbuan produk impor murah dan pakaian bekas.

Rafky juga meminta agar pemerintah benar-benar memperhatikan industri tekstil karena sektor ini membutuhkan banyak tenaga kerja. Jika tidak, perusahaan tekstil akan terus dibayangi penutupan dan ribuan pekerja akan terkena PHK. Jika PHK terjadi di mana-mana, tingkat pengangguran akan meningkat.

"Pemerintah harus menjaga pasar garmen dalam negeri dengan serius. Jika tidak, satu per satu perusahaan akan kolaps. Pemerintah juga harus memikirkan insentif bagi perusahaan yang keuangannya bermasalah, baik itu insentif fiskal maupun nonfiskal," tutup Rafky.

Dengan ancaman yang semakin nyata, perhatian dan tindakan serius dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyelamatkan industri tekstil Indonesia dan melindungi ribuan pekerjaan yang terancam hilang.