Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali bersuara lantang mendesak pemerintah untuk segera menindak praktik penyelundupan yang diperkirakan mencapai 28.000 kontainer per tahun. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawata, menegaskan dukungannya terhadap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang baru-baru ini berkomitmen memberantas impor ilegal.

Redma menjelaskan bahwa usulan pemberantasan impor ilegal sudah tiga tahun terakhir diperjuangkan kalangan tekstil, namun selalu kandas karena adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat hingga politisi. Data tradmap.org bahkan menunjukkan sekitar US$1,5–2 miliar importasi TPT dari China tidak tercatat di Bea Cukai setiap tahunnya, setara dengan 28.000 kontainer barang ilegal.

Ia menilai pernyataan Menkeu membawa angin segar bagi industri, terutama setelah pemerintah sebelumnya mengangkat Dirjen Bea Cukai dari kalangan militer sebagai langkah perbaikan birokrasi. Meski begitu, pengusaha tekstil juga masih menghadapi polemik besar terkait kuota impor.

Redma mengungkapkan bahwa pihaknya sedang berkomunikasi dengan Kementerian Perindustrian untuk memastikan perhitungan supply-demand lebih realistis sehingga kuota impor tidak menekan produsen lokal. Namun, keraguan tetap muncul dari kalangan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang menduga adanya praktik mafia impor dalam penentuan kuota. Mereka menilai alasan keterbatasan kapasitas produsen lokal yang dijadikan dasar pemberian kuota tidak sepenuhnya benar, sebab banyak perusahaan justru tutup dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat banjirnya produk impor.

Keresahan serupa juga disuarakan Ikatan Keluarga Alumni Institut Teknologi Tekstil (IKA Tekstil) dan Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB). Mereka menegaskan banyak anggota yang gulung tikar akibat gempuran barang impor. IPKB bahkan meminta kuota impor pakaian jadi tidak melebihi 50.000 ton per tahun, mengingat kapasitas produksi garmen nasional sudah mencapai 2,8 juta ton. Selain itu, mereka juga mendesak Kementerian Perindustrian lebih transparan dalam perhitungan kebutuhan pasar serta penetapan perusahaan penerima kuota impor.

Dengan berbagai desakan ini, industri tekstil berharap komitmen pemerintah benar-benar diwujudkan, sehingga keberlangsungan sektor padat karya tersebut dapat terjaga di tengah tekanan impor ilegal dan kebijakan kuota yang masih menjadi polemik.