Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai target kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 20% dapat dicapai tahun ini apabila pemerintah serius dalam mengurangi porsi impor tekstil dan produk tekstil (TPT). Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa masalah utama industri manufaktur, khususnya TPT, adalah kurangnya persaingan yang adil di pasar domestik akibat banjir produk impor murah.

Menurut Redma, ketersediaan pasar dalam negeri semakin menyempit karena banyaknya produk impor ilegal maupun legal dengan harga murah yang mendominasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan tren kenaikan impor TPT dari tahun ke tahun. Pada 2016, impor benang tercatat sekitar 230.000 ton dan kain 724.000 ton. Namun, pada 2024 angkanya melonjak menjadi 462.000 ton untuk benang dan 939.000 ton untuk kain. Kondisi ini mengindikasikan adanya disintegrasi industri, khususnya di sektor TPT nasional.

Ia menambahkan, tantangan global berupa perang dagang dan ketidakpastian geopolitik yang menekan ekspor dapat diantisipasi bila pasar domestik dijaga. Namun, jika pemerintah membiarkan persaingan bebas dengan produk dumping dan ilegal, maka diperlukan insentif signifikan untuk menekan biaya produksi hingga 40% agar persaingan tetap seimbang. Redma menyoroti pentingnya efisiensi ongkos produksi dari sisi energi, pajak, hingga bunga pinjaman, sementara faktor upah perlu tetap terjaga agar daya beli masyarakat tidak melemah.

Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto menargetkan kontribusi manufaktur terhadap PDB dapat mencapai 20,8% pada 2025, naik dari baseline 2024 yang sebesar 18,98%. Target tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 mengenai Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025, yang menjadi pedoman pembangunan nasional di tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 sekaligus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

BPS mencatat kontribusi industri pengolahan terhadap PDB pada kuartal II/2025 mencapai 18,67% year on year (YoY), turun dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 19,25% YoY. Meski demikian, angkanya masih lebih tinggi dibanding kuartal II/2024 yang tercatat 18,52% YoY. Dengan upaya serius dalam mengendalikan impor dan mendorong efisiensi industri, APSyFI optimistis target 20% kontribusi manufaktur dapat terwujud.