Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memproyeksikan lonjakan ekspor hingga 50% dalam tiga tahun mendatang seiring diberlakukannya perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia–Uni Eropa atau Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA). Kesepakatan ini diyakini akan memberikan dampak besar terutama bagi sektor tekstil, alas kaki, perikanan, hingga kelapa sawit yang menjadi andalan ekspor nasional.
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menyebut perjalanan negosiasi IEU–CEPA berlangsung panjang sejak 2009 dan baru rampung setelah 19 putaran perundingan pada 2017–2024. Menurutnya, pelaku usaha berperan penting sebagai penghubung agar hasil kesepakatan tidak hanya berhenti pada aturan tertulis, melainkan juga terasa nyata di industri dalam negeri.
Dengan adanya perjanjian ini, hampir seluruh hambatan tarif akan dihapus. Indonesia memangkas bea masuk untuk 97,75% produk, sedangkan Uni Eropa menghapus tarif 98,61% produk sehingga ekspor Indonesia diperkirakan lebih kompetitif. Shinta menekankan IEU–CEPA juga membuka peluang investasi baru dari Eropa di sektor kendaraan listrik, energi terbarukan, farmasi, hingga semikonduktor, dengan nilai tambah berupa transfer teknologi.
Meski peluang terbuka lebar, tantangan tetap ada. Regulasi deforestasi Uni Eropa serta mekanisme penyesuaian karbon perbatasan (Carbon Border Adjustment Mechanism) dikhawatirkan dapat meningkatkan biaya ekspor nasional. Di sisi lain, hasil survei Apindo 2023 menunjukkan 79% pelaku usaha domestik belum pernah memanfaatkan skema perdagangan bebas seperti FTA maupun CEPA karena keterbatasan informasi dan strategi, bukan karena kurang minat.
Shinta menegaskan, perjanjian ini akan bernilai nyata apabila benar-benar diimplementasikan. Tanpa pemanfaatan maksimal, kesepakatan bersejarah ini hanya akan menjadi potensi besar yang terkunci dan tak memberi manfaat optimal bagi dunia usaha Indonesia.