Sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) menunjukkan kinerja gemilang dengan pertumbuhan mencapai 6,70% secara tahunan (year-on-year). Capaian ini tidak hanya menandakan pemulihan sektor industri pengolahan, tetapi juga memperkuat kontribusi IKFT terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional yang kini mencapai 3,82%.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Sri Bimo Pratomo, menjelaskan bahwa sektor ini memiliki peran penting sebagai motor penggerak ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh beberapa subsektor yang menunjukkan peningkatan signifikan. Industri bahan galian nonlogam, misalnya, melonjak hingga 10,07% pada triwulan II tahun 2025 setelah sempat terkontraksi 1,68% pada triwulan sebelumnya.

Lonjakan juga terjadi pada industri kimia, farmasi, dan obat tradisional yang tumbuh hingga 9,39%, jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2025 yang hanya 3,68%. Sementara itu, industri kulit, barang kulit, dan alas kaki mencatat pertumbuhan 8,31% dari sebelumnya 6,95%.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor alas kaki sepanjang Januari hingga Agustus 2025 mencapai US$5,16 miliar, naik 11,89% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor tekstil dan produk tekstil juga meningkat menjadi US$8,01 miliar, tumbuh 0,24% dibanding tahun sebelumnya. Secara total, ekspor gabungan alas kaki dan tekstil mencapai US$13,17 miliar, meningkat 4,51% dari tahun lalu. Selain itu, produk kimia turut berkontribusi besar dengan nilai ekspor mencapai US$6,12 miliar.

Untuk menjaga momentum positif ini, Kemenperin terus mendorong kebijakan hilirisasi, terutama pada industri kimia berbasis minyak dan gas serta bahan galian nonlogam. Selain itu, pemerintah juga berupaya memperkuat basis ekspor pada komoditas andalan seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki guna meningkatkan daya saing industri nasional.

Namun, di balik capaian positif tersebut, sektor tekstil menghadapi tantangan besar akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda dalam beberapa tahun terakhir. Tahun ini menjadi yang paling berat dengan penutupan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sritex, yang merumahkan sekitar 11.000 pekerja.

Secara keseluruhan, industri IKFT yang merupakan bagian dari industri pengolahan nonmigas terus menunjukkan kontribusi besar terhadap ekspor nasional. Pada Agustus 2025, sektor ini menyumbang 72,55% dari total ekspor Indonesia dengan nilai mencapai US$13,22 miliar. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, capaian ini membuktikan peran strategis industri pengolahan nonmigas dalam menjaga stabilitas ekspor dan memperkuat struktur ekonomi nasional.

Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, nilai ekspor industri pengolahan nonmigas mencapai US$104,43 miliar, meningkat 7,91% secara tahunan dan menyumbang 71,32% terhadap total ekspor nasional. Dengan tren pertumbuhan yang terus positif, sektor IKFT diharapkan mampu menjadi pilar utama dalam memperkokoh fondasi industri nasional dan menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.