Pemerintah memberikan dorongan baru bagi industri hulu tekstil dalam negeri melalui kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) terhadap impor produk benang kapas. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2025 dan mulai berlaku pada awal November 2025. Langkah tersebut diambil untuk melindungi industri lokal dari serbuan barang impor murah yang dinilai mengancam keberlanjutan sektor tekstil nasional.

Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan hasil penyelidikan panjang oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Hasil investigasi menunjukkan adanya lonjakan signifikan impor benang kapas, baik secara absolut maupun relatif terhadap produksi dalam negeri. Menurut Redma, penerapan BMTP sudah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 dan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

“BMTP ini direkomendasikan KPPI setelah penyelidikan sekitar satu tahun. Jadi keputusan Kementerian Keuangan untuk memberlakukannya sudah tepat,” ujar Redma.

Ia menambahkan, saat ini pasar domestik tengah dibanjiri barang impor, terutama di sektor kain mentah, benang, dan serat. Banyak dari barang-barang tersebut masuk secara ilegal dengan harga dumping. Kondisi ini membuat pelaku usaha dalam negeri kehilangan daya saing. “Barang impor di seluruh rantai industri tekstil perlu diatur agar tidak memakan pasar dalam negeri,” ujarnya.

Dalam PMK No. 67/2025 dijelaskan bahwa lonjakan impor menyebabkan kerugian serius bagi industri lokal. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan tarif BMTP bertahap selama tiga tahun, yaitu Rp7.500 per kilogram pada tahun pertama, Rp7.388 pada tahun kedua, dan Rp7.277 pada tahun ketiga. Penurunan bertahap ini dimaksudkan agar industri dalam negeri memiliki waktu untuk beradaptasi dengan persaingan global.

BMTP berlaku untuk produk benang kapas dengan pos tarif HS 5204, 5205, dan 5206, yang mencakup benang carded, combed, dan campuran kapas. Kebijakan ini dikenakan terhadap impor dari semua negara, kecuali 120 negara berkembang anggota WTO yang tercantum dalam lampiran beleid, selama importir dapat menunjukkan dokumen certificate of origin (CoO) yang sah.

Kebijakan ini juga menegaskan bahwa BMTP merupakan tambahan atas bea masuk umum maupun bea masuk preferensi dari perjanjian perdagangan internasional seperti FTA dan CEPA. Ketentuan ini berlaku pula untuk barang yang dimasukkan ke kawasan perdagangan bebas dan berikat, selama tidak ada aturan berbeda di kawasan tersebut.

Selain kebijakan tarif, perhatian pemerintah juga tertuju pada persoalan impor ilegal yang merugikan industri tekstil nasional. APSyFI sebelumnya telah menyurati Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membahas langkah penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Redma menyoroti masih lemahnya sistem pengawasan di pelabuhan, termasuk belum diterapkannya sistem port-to-port manifest dan terbukanya celah bagi praktik misdeclare serta under invoicing.

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) turut mendukung langkah pemerintah ini. Ketua Umum API Jemmy Kartiwa menilai maraknya impor ilegal telah menjadi hambatan besar bagi pertumbuhan industri TPT. Ia menjelaskan bahwa praktik tersebut bukan hanya merugikan negara dari sisi penerimaan pajak, tetapi juga menghambat industri domestik untuk berkembang. “Produk dalam negeri menghadapi persaingan tidak sehat dengan barang impor ilegal yang tidak membayar pajak. Akibatnya, pendapatan negara dan kapasitas industri nasional menurun,” ujarnya.

Menanggapi berbagai masukan dari pelaku industri, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan siap berdialog dengan asosiasi untuk membahas langkah perlindungan lebih lanjut bagi sektor TPT nasional. Ia menegaskan komitmennya untuk memastikan industri dalam negeri tetap tumbuh dan menciptakan lapangan kerja.

“Kami akan tanggapi positif masukan dari pelaku industri. Tujuannya adalah agar industri di sini tetap hidup dan bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat,” kata Purbaya.

Dengan pemberlakuan BMTP dan penegakan hukum terhadap praktik impor ilegal, pemerintah berharap tercipta iklim usaha yang lebih adil serta memperkuat daya saing industri tekstil nasional dari hulu hingga hilir.