Industri tekstil Indonesia menghadapi tantangan serius dengan diberlakukannya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 42 ribu pekerja di sektor ini. Sarman Simanjorang, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menyampaikan kekhawatiran terkait kondisi lesunya industri manufaktur yang berpotensi memperburuk situasi pekerjaan. Tantangan Eksternal: Pasar Ekspor Lesu dan Banjirnya Barang Impor Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi sektor yang paling terpukul, terutama karena pelemahan pasar ekspor dan meningkatnya jumlah barang impor di pasar domestik. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa hingga bulan September, sekitar 42 ribu pekerja di sektor padat karya telah mengalami PHK.

Tahun politik selalu menjadi periode yang menarik dan penuh tantangan bagi berbagai sektor industri, termasuk industri tekstil. Dinamika aktivitas politik yang semakin meningkat belakangan ini, seperti yang disoroti oleh Vice CEO PT Pan Brothers Tbk, Anne Patricia Sutanto, memang membawa keuntungan bagi industri tekstil. Namun, pertanyaannya adalah, seberapa berkelanjutan dampak positif ini?

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia masih dihadapkan pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut. Data terbaru mengungkapkan bahwa ada penambahan satu perusahaan lagi yang melakukan PHK pada tahun ini. Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), mengungkapkan bahwa jumlah pekerja yang terkena PHK akibat gelombang ini mencapai 1.500-an orang, dan ini menjadi tambahan dari sebelumnya. Berdasarkan data yang diungkapkan oleh Ristadi kepada CNBC Indonesia pada Kamis, 2 November 2023, hingga Oktober 2023, sudah ada 7 perusahaan yang melakukan PHK dengan total pekerja yang terkena dampak mencapai 6.500-an orang. Lokasi perusahaan yang melakukan PHK terbaru ini terletak di Serang, Banten, dengan rencana relokasi yang masih belum jelas.