Industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia mengalami tekanan yang signifikan, dengan data terbaru dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan kontraksi sebesar 0,03 persen secara tahunan (year-on-year). Penurunan ini menjadi sinyal yang mengkhawatirkan bagi sektor industri yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 juga merosot ke angka 49,3, menandakan sektor manufaktur telah memasuki fase kontraksi setelah sebelumnya selama 34 bulan berturut-turut berada dalam fase ekspansi. Menurunnya PMI ini terutama disebabkan oleh lonjakan produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik, sehingga menekan produksi tekstil lokal.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, penurunan kinerja industri tekstil telah menarik perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam Sidang Kabinet yang berlangsung di Ibu Kota Nusantara (IKN), Presiden Jokowi menyatakan kekhawatirannya terhadap kontraksi PMI manufaktur, yang juga dialami oleh beberapa negara di Asia. Penurunan terbesar terjadi pada komponen output, yang menjadi perhatian utama pemerintah.
Selain itu, Agus menambahkan bahwa tingginya beban impor bahan baku, dipicu oleh fluktuasi nilai rupiah dan banjirnya produk impor, turut melemahkan permintaan domestik. Hal ini mengakibatkan penurunan kepercayaan diri dan optimisme pelaku industri, yang tercermin dari penurunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Juli 2024 menjadi 52,4, turun sedikit dari 52,5 pada bulan sebelumnya.
Agus menekankan pentingnya penggunaan bahan baku lokal dan perlindungan terhadap industri dalam negeri untuk mengatasi masalah ini. Presiden Jokowi juga menekankan perlunya mencari pasar nontradisional dan potensi pasar baru sebagai tujuan ekspor produk-produk Indonesia, guna meningkatkan daya saing industri nasional.
Kondisi ini semakin diperparah dengan ketidakpastian regulasi yang dirasakan oleh para pelaku industri. "Tidak adanya kepastian hukum yang jelas menjadi salah satu faktor utama menurunnya optimisme para pelaku industri," ujar Agus.
Menurutnya, meskipun kondisi ekonomi global saat ini belum stabil, pemerintah harus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan regulasi yang memihak kepada pelaku industri. "Diperlukan koordinasi yang serius dan benar-benar tepat sasaran untuk mengatasi tantangan ini," pungkasnya.
Dengan kondisi yang semakin menantang, dukungan kebijakan yang jelas dan tegas dari pemerintah menjadi kunci untuk memulihkan kinerja industri tekstil dan manufaktur di Indonesia, sekaligus menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.