Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia terus berlanjut, bahkan menyebabkan beberapa pabrik terpaksa menghentikan operasinya. Salah satu contohnya adalah PT Sinar Panca Jaya di Semarang, yang telah melakukan PHK secara bertahap hingga akhirnya tutup total. Perusahaan ini sebelumnya mempekerjakan sekitar 3.000 orang, namun pada Agustus 2024, 340 pekerja terakhir terkena PHK.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, kondisi ini mencerminkan situasi sulit yang dihadapi industri TPT di dalam negeri. Salah satu faktor utama yang menyebabkan gelombang PHK ini adalah ketidakmampuan perusahaan untuk menjual produk mereka, baik di pasar domestik maupun ekspor. "Tidak ada order, produksi tidak bisa dijual," ungkap Ristadi.
Penutupan pabrik ini menambah jumlah pabrik TPT yang tutup sejak awal tahun 2024. Ristadi menyebutkan bahwa KSPN masih mengumpulkan data dari berbagai daerah untuk memverifikasi jumlah pabrik yang terpaksa menghentikan operasi mereka. Ia juga menyoroti dampak negatif yang ditimbulkan oleh PHK ini terhadap pekerja, terutama dalam hal kehilangan sumber penghasilan yang berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan, hingga cicilan.
"Sangat memprihatinkan melihat banyak korban PHK yang terjebak dalam masalah biaya sekolah dan tagihan cicilan motor," kata Ristadi. Situasi ini semakin diperparah dengan banyaknya perusahaan TPT yang hanya memberlakukan hari kerja tiga hari dalam seminggu.
Ristadi berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi gelombang PHK yang masih berlangsung ini, demi menjaga kesejahteraan para pekerja dan menghindari dampak lebih lanjut pada industri tekstil di Indonesia.