Para pekerja PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk. (Sritex) yang tergabung dalam Paguyuban Karyawan/Karyawati Sritex mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung (MA) untuk memohon penundaan eksekusi pailit terhadap perusahaan. Dalam surat bertanggal 2 Januari 2025, para pekerja meminta pertimbangan atas dasar kemanusiaan, keamanan, dan hak asasi manusia. Mereka memohon agar Ketua MA memberikan disposisi kepada Pengadilan Niaga Semarang untuk menunda eksekusi tersebut.
Putusan MA pada 18 Desember 2024 yang menolak kasasi membuat sekitar 50 ribu pekerja Sritex terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Slamet, Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, mengungkapkan kekhawatiran atas nasib para pekerja yang selama ini hanya bergantung pada perusahaan yang telah berdiri sejak 1966. Ia menyebut para pekerja telah mengabdi bertahun-tahun di Sritex.
Dalam surat tersebut juga disebutkan bahwa Sritex tengah menempuh upaya hukum peninjauan kembali (PK) melalui Pengadilan Niaga Semarang. Slamet menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh bertentangan dengan hak asasi manusia.
Slamet menyatakan bahwa mayoritas kreditur sebenarnya menginginkan upaya going concern agar perusahaan tetap beroperasi meskipun dinyatakan pailit. Namun, hingga kini, kurator belum merealisasikan perintah Pengadilan Niaga Semarang untuk membahas upaya tersebut. Ia mendukung langkah perusahaan mengajukan PK, karena pembatalan pailit dianggap dapat menjaga keberlangsungan perusahaan serta memungkinkan pelunasan utang-utang Sritex.
Slamet meyakini bahwa jika putusan pailit dibatalkan dan perusahaan kembali beroperasi, seluruh utang dapat dilunasi. Sebaliknya, jika pailit terus berlanjut, para buruh yang akan terkena dampak paling besar. Tidak hanya kehilangan pekerjaan, mereka juga belum tentu menerima pesangon.
Adapun opsi bailout yang sempat dibahas, Slamet menyerahkan hal tersebut kepada pemerintah. Namun, ia menyadari bahwa langkah ini dapat menimbulkan kesan adanya keberpihakan terhadap Sritex sebagai perusahaan prioritas.
Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 23 Oktober 2024. Upaya kasasi yang diajukan perusahaan pun ditolak oleh MA pada 18 Desember 2024. Kini, nasib ribuan pekerja bergantung pada proses hukum lebih lanjut dan kebijakan terkait yang akan diambil.