Kementerian Perindustrian (Kemenperin) baru-baru ini mengungkapkan tantangan signifikan yang dihadapi oleh industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Relaksasi aturan pelarangan dan pembatasan (lartas) terhadap barang-barang impor yang serupa dengan produk lokal menjadi salah satu penyebab utama kekhawatiran ini. Padahal, menurut Adie Rochmanto Pandiangan, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia sedang berada dalam fase ekspansi dan menunjukkan pertumbuhan positif.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyoroti dampak negatif dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag No. 36 Tahun 2023 mengenai Kebijakan dan Pengaturan Impor. Menurut APSyFI, perubahan ini berpotensi merugikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyerap tenaga kerja baru. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Grindrawardana, mengungkapkan bahwa sektor ini, yang dikenal sebagai industri padat karya, saat ini justru mengalami kesulitan untuk menambah jumlah tenaga kerja. Sebaliknya, banyak perusahaan di sektor ini yang terpaksa mengurangi tenaga kerja mereka akibat berbagai kebijakan dan kondisi yang melemahkan industri.