Kondisi industri tekstil di Indonesia yang kian terpuruk mendorong pengusaha meminta adanya sinkronisasi kebijakan antar-kementerian. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma G. Wirawasta, menilai bahwa koordinasi antara kementerian, terutama Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perdagangan, harus ditingkatkan agar kebijakan yang dibuat benar-benar mendukung industri tekstil dalam negeri.

Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menyoroti gelombang PHK yang menimpa sektor tekstil. Berdasarkan laporan, setidaknya ada dua peristiwa besar terkait PHK di industri ini. PT Primissima (Persero), perusahaan tekstil milik negara, melakukan PHK massal terhadap 402 karyawan. Selain itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Sebelumnya, nasib 510 pekerja di PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex) juga terancam akibat putusan pailit dari PN Semarang.

Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini digambarkan seperti “sudah jatuh tertimpa tangga.” Permintaan ekspor yang melemah dan pasar dalam negeri yang dipenuhi produk impor telah membuat industri TPT semakin sulit untuk bertahan.