Industri tekstil nasional tengah menghadapi tantangan berat di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan domestik yang belum memadai. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan pesimisme terhadap pemulihan industri manufaktur tekstil dalam tahun 2024, seiring dengan minimnya langkah konkret dari pemerintah.

Industri manufaktur Indonesia saat ini tengah menghadapi tekanan besar, baik dari segi pasar ekspor maupun banjir impor murah yang merusak daya saing produk dalam negeri. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menyoroti hal ini dengan menyatakan bahwa Indonesia telah kehilangan salah satu pasar ekspor terpentingnya, yaitu Eropa. Menurutnya, keterlambatan dalam menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa menjadi salah satu penyebab utama industri manufaktur dalam negeri terpukul.

Dalam beberapa bulan terakhir, industri tekstil di Indonesia mengalami tekanan berat dengan meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sebanyak 46.240 pekerja di industri ini kehilangan pekerjaan pada periode Januari hingga Agustus 2024. Hal ini memicu kekhawatiran banyak pihak, termasuk Komisi IX DPR RI, yang meminta pemerintah segera mencari solusi.