Industri tekstil adalah salah satu industri terbesar di dunia, namun sayangnya juga menjadi penyumbang utama polusi lingkungan. Dalam upaya mengatasi tantangan ini, inovasi dalam pembuatan tekstil ramah lingkungan dari bahan daur ulang atau tanaman serat telah menjadi sorotan utama. Mari kita telaah lebih dalam bagaimana teknologi ini sedang mengubah wajah industri tekstil, sambil memberikan dampak positif yang signifikan bagi lingkungan.

Di tengah kekhawatiran akan dampak ekologis dari industri fashion yang berkembang pesat, muncul sebuah tren yang tidak hanya menginspirasi, tetapi juga memberikan solusi nyata. Dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional tahun 2021, Indonesia tercatat menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil atau produk fashion. Namun, yang memprihatinkan, hanya 0 ton yang berhasil didaur ulang.

Tutupnya Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat, baru-baru ini telah menimbulkan sorotan terhadap kebijakan pemerintah terkait industri manufaktur dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menilai bahwa pemerintah telah gagal dalam menyediakan pasar bagi produk dalam negeri, yang pada gilirannya menyebabkan penutupan pabrik tersebut.

Keputusan pemerintah Indonesia untuk merelaksasi aturan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 7/2024 telah memicu beragam tanggapan, terutama dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI). Dalam perspektif APSyFI, kebijakan tersebut memberikan keuntungan bagi importir, yang kini mendapati keran impor terbuka lebih lebar, terutama terkait barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Aksi penegakan hukum mengguncang pulau Karimun pada Jumat (10/5/24) ketika Lembaga Perlindungan Konsumen Kepulauan Riau (Kepri) bersama Satuan Reserse Kriminal Polres Karimun, khususnya unit Tindak Pidana Tertentu (Tepiter), melakukan pemeriksaan terhadap sebuah gudang tekstil. Aksi ini menyoroti potensi praktik penyelundupan yang merugikan konsumen setempat.