Amerika Serikat (AS) tengah bersiap memperketat aturan perdagangan untuk menghadapi lonjakan barang murah dari China, khususnya yang dijual melalui platform e-commerce seperti Shein dan Temu. Kedua perusahaan ini secara rutin mengirim paket barang murah ke AS, yang sebagian besar bebas dari tarif impor berkat aturan pengecualian de minimis.

Pemerintah AS, melalui pernyataan yang disampaikan pada Jumat (13/9/2024), mengumumkan rencana pengendalian terhadap aturan de minimis. Aturan ini memungkinkan produk bernilai di bawah US$800 untuk masuk ke AS tanpa dikenakan bea cukai. Rencana perubahan ini bertujuan untuk menekan jumlah barang murah yang lolos dari tarif impor, terutama yang berasal dari China, serta mencegah masuknya barang-barang berbahaya, seperti fentanyl.

Kebijakan baru ini juga akan mencabut pengecualian de minimis untuk produk yang diatur oleh pasal 301 dan 201 dalam Undang-Undang Perdagangan AS. Sekitar 70% barang tekstil dan pakaian impor dari China dikenai tarif berdasarkan pasal 301, sehingga perubahan ini akan menutup celah yang selama ini dimanfaatkan oleh e-commerce untuk menghindari bea impor.

Menurut Daleep Singh, Wakil Penasihat Keamanan Nasional Bidang Ekonomi Internasional, pemerintah AS juga akan memperkenalkan aturan baru terkait pengumpulan informasi guna memastikan standar keamanan produk impor terpenuhi. Jumlah paket yang dikirim melalui jalur de minimis melonjak pesat dalam 10 tahun terakhir, dari 140 juta paket pada satu dekade lalu menjadi satu miliar paket pada tahun lalu. Ini menyebabkan badan-badan pengawas kewalahan dalam memeriksa barang-barang ilegal atau berbahaya yang masuk ke negara tersebut.

Kenaikan jumlah paket ini juga telah mengancam sektor ritel dan manufaktur AS. Industri tekstil AS mengeluhkan bahwa banjirnya produk e-commerce dari China telah berkontribusi pada penutupan 18 pabrik dalam satu tahun terakhir. Dewan Nasional Organisasi Tekstil AS menyebutkan bahwa aturan de minimis menjadi salah satu penyebab utama terpuruknya industri tekstil domestik.

Kebijakan ini mendapatkan dukungan dari berbagai sektor, tetapi juga menghadapi tantangan di Kongres. Sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat telah mendesak Presiden Joe Biden untuk menggunakan kewenangannya dalam mengubah aturan de minimis ini, terutama dalam menghadapi barang yang diproduksi menggunakan tenaga kerja paksa di wilayah Xinjiang.

Navtej Dhillon, Wakil Direktur Dewan Ekonomi Nasional, menyebutkan bahwa aturan de minimis saat ini memungkinkan produk luar negeri menghindari tarif yang seharusnya diberlakukan untuk melindungi pekerja dan manufaktur AS. Selain itu, perubahan aturan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih baik bagi konsumen AS.

Shein dan Temu telah mengguncang pasar ritel di AS dengan model bisnis yang menawarkan harga murah dan pilihan barang yang beragam. Konsumen AS bahkan rela menunggu barang yang dikirim dari China selama lebih dari seminggu demi mendapatkan harga yang lebih rendah. Menyadari ancaman ini, Amazon telah mulai mengurangi biaya untuk produk pakaian murah dan merencanakan langkah-langkah untuk bersaing dengan e-commerce asal China tersebut.

Perubahan aturan ini juga diharapkan membantu melindungi pekerjaan di negara bagian seperti Georgia dan North Carolina, yang merupakan daerah kunci dalam pemilihan presiden mendatang. Aturan de minimis, yang awalnya dibuat pada tahun 1930-an untuk memungkinkan warga AS membawa sejumlah kecil barang dari luar negeri tanpa terkena pajak impor, kini dianggap sudah tidak relevan dalam menghadapi tantangan perdagangan modern.