Industri tekstil Indonesia terus mengalami tekanan berat dengan banyaknya pabrik yang tumbang dalam beberapa tahun terakhir. Kasus terbaru menimpa PT Sri Rejeki Isman (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Tanah Air, yang resmi dinyatakan pailit dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 9.604 karyawannya pada 26 Februari 2025. Keputusan ini berdampak pada ribuan pekerja di berbagai anak usaha Sritex, termasuk PT Sritex Sukoharjo, PT Primayuda Boyolali, PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan PT Bitratex Semarang.
Menanggapi situasi ini, Guru Besar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Aloysius Uwiyono, menegaskan bahwa pemerintah perlu membatasi impor tekstil guna mencegah semakin banyaknya perusahaan yang bangkrut. Menurutnya, jika kebijakan impor tidak diperketat, maka kasus serupa akan terus berulang dan berdampak pada pemutusan hubungan kerja di sektor ini.
Pengumuman PHK massal Sritex disampaikan oleh tim kurator melalui surat resmi yang menyatakan perusahaan tidak dapat lagi beroperasi akibat kondisi keuangan yang tidak stabil. Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, menjelaskan bahwa pesangon karyawan akan menjadi tanggung jawab kurator, sementara jaminan hari tua ditangani oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang mengatur kebijakan impor. Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut bahwa proses revisi ini masih dalam tahap harmonisasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Meski demikian, belum ada kepastian kapan aturan baru tersebut akan resmi diberlakukan.
Budi menekankan bahwa revisi kebijakan ini tidak akan membuka celah bagi masuknya produk impor ilegal ke Indonesia. Pemerintah berupaya memastikan aturan yang diterapkan tetap mengedepankan kepentingan industri dalam negeri tanpa mengorbankan prinsip perdagangan yang sehat. Namun, ketidakpastian dalam revisi kebijakan ini masih menjadi tanda tanya bagi para pelaku industri tekstil, yang berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk melindungi sektor manufaktur nasional dari ancaman kebangkrutan lebih lanjut.