Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa menjadi peluang penting untuk memperbaiki sejumlah pekerjaan rumah yang selama ini belum terselesaikan. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyebut ada banyak hal yang perlu segera dibenahi, mulai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hingga Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Redma menyoroti persoalan impor ilegal yang masih marak, baik dalam bentuk borongan, misdeclare, maupun impor pakaian bekas. Berdasarkan data International Trade Center (ITC) Trademap, impor pakaian bekas dengan kode HS 630900 pada 2024 mencapai US$1,5 juta, sementara hingga kuartal II/2025 nilainya sudah mendekati US$1 juta.
Selain itu, APSyFI menekankan pentingnya penanganan pungutan pajak dari transaksi tanpa PPN yang dilakukan importir, baik dalam distribusi ke ritel online maupun offline. Pihaknya juga mengkritisi pemberian insentif untuk industri yang dinilai kurang efektif karena kerap diputuskan sepihak tanpa komunikasi dengan penerima manfaat.
Isu lain yang menjadi perhatian adalah lemahnya perlindungan industri dalam mewujudkan persaingan usaha yang adil. Menurut Redma, BKF seringkali menjadi penghalang dalam implementasi Bea Masuk Antidumping (BMAD) maupun Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Selain itu, aset bermasalah yang dikelola Perusahaan Pengelola Aset (PPA) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara juga menjadi sorotan. Banyak aset sudah lebih dari 20 tahun mangkrak, padahal ada investor baru yang siap masuk namun terhalang kebijakan sebelumnya.
APSyFI berharap di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, berbagai hambatan tersebut dapat segera diperbaiki. Dunia usaha menantikan kebijakan yang lebih berpihak pada industri dalam negeri, agar iklim usaha semakin sehat dan daya saing nasional meningkat.