Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia, yang merupakan kontributor signifikan bagi perekonomian nasional, sedang menghadapi tantangan kritis dalam menarik investasi, terutama pada lini produksi poliester yang sangat penting. Menurut Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), potensi pertumbuhan industri terhambat oleh regulasi yang tidak jelas dan tidak konsisten, yang telah menghambat beberapa rencana investasi, termasuk dari pemain besar seperti Tongkun Group dari China.
Redma G. Wirawasta, Ketua Umum APSyFI, menyatakan keprihatinannya atas penundaan investasi Tongkun Group dalam bahan baku poliester, dan menekankan perlunya kepastian regulasi jangka panjang untuk menjaga kelangsungan operasional bisnis secara efektif. Sentimen ini mencerminkan pandangan lebih luas di dalam industri, di mana ketidakpastian regulasi telah menghalangi calon investor, meskipun ada proyeksi optimis untuk pertumbuhan sektor fashion domestik.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti bahwa industri fashion Indonesia siap untuk tumbuh, dengan proyeksi ekspansi pada tingkat tahunan rata-rata 4,26% hingga 2029, mencapai nilai pasar sebesar $9,6 miliar. Dengan tenaga kerja melebihi 1,6 juta orang, industri ini memiliki potensi besar untuk berkembang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
Meskipun angka-angka ini menjanjikan, para pemangku kepentingan industri menekankan perlunya reformasi regulasi yang mendesak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi. Persepsi bahwa industri tekstil Indonesia adalah 'industri senja' harus dilawan dan digantikan dengan narasi yang menekankan inovasi, keberlanjutan, dan daya saing di panggung global.
Data ekspor dari kuartal pertama tahun ini menunjukkan peningkatan yang moderat sebesar 0,19% dalam nilai ekspor industri tekstil domestik, yang menunjukkan ketahanan industri di tengah tantangan regulasi. Namun, pertumbuhan yang berkelanjutan dan memanfaatkan peluang yang muncul akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menyediakan kebijakan yang jelas, konsisten, dan mendukung.
Sebagai tanggapan terhadap tantangan ini, pelaku industri kreatif di Indonesia didorong untuk memanfaatkan peluang untuk menegaskan diri di pasar domestik, memanfaatkan keahlian lokal dan kekayaan budaya untuk bersaing secara efektif melawan produk impor. Posisi strategis ini tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan peran Indonesia sebagai pusat regional untuk manufaktur dan inovasi tekstil.
Ke depan, pemangku kepentingan di seluruh industri, termasuk badan pemerintah, asosiasi industri, dan investor swasta, harus bekerja sama secara erat untuk merampingkan kerangka kerja regulasi, mengatasi hambatan birokrasi, dan menarik investasi yang diperlukan untuk mendorong industri tekstil Indonesia ke era baru kemakmuran dan keberlanjutan. Dengan melakukan hal ini, Indonesia dapat mewujudkan potensinya sebagai kekuatan besar di pasar tekstil global, memastikan pertumbuhan jangka panjang dan kemakmuran bagi rakyatnya.