Berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, sejak Januari hingga Mei 2024, sebanyak 20 hingga 30 pabrik tekstil telah gulung tikar, mengakibatkan sekitar 10.800 karyawan kehilangan pekerjaan. Kementerian Perindustrian juga melaporkan bahwa enam pabrik besar telah tutup hingga Juni 2024, yaitu PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusuma Putra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Sai Aparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat, dengan total 11.000 buruh terkena PHK.
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, menyoroti semakin mengkhawatirkannya angka PHK di industri tekstil. Ia menyatakan bahwa jika tidak ada solusi yang tepat dari pemangku kebijakan, angka pengangguran akibat lesunya industri tekstil akan semakin membebani pemerintah.
“Pekerja dari industri tekstil yang terkena PHK tidak akan mudah menemukan tempat kerja baru jika kondisi industri tekstil secara nasional masih lesu," kata Kurniasih dalam keterangannya, Rabu (24/7). "Bagaimanapun, bertambahnya angka pengangguran akan membebani pemerintah,” lanjutnya.
Kurniasih menyebut bahwa salah satu penyebab utama lesunya industri tekstil nasional adalah membanjirnya produk tekstil impor dengan harga yang jauh lebih murah. Ia mengingatkan bahwa jika ada masalah di hulu terkait sebuah industri padat karya, dampaknya akan terasa di hilir dari sisi pekerja.
“Harap dicatat bahwa setiap kebijakan yang diambil harus memperhatikan dampaknya dari hulu ke hilir, jangan sampai atas nama kemudahan impor justru mengorbankan anak bangsa yang harus kehilangan pekerjaan,” tegas Kurniasih.
Anggota DPR Dapil DKI Jakarta II ini juga menekankan bahwa keterampilan para pekerja di bidang industri tekstil tidak serta merta bisa dialihkan ke industri lain atau diminta membuka usaha sebagai akibat dari PHK.
“Pekerja korban PHK masih harus terus menghidupi keluarganya. Tidak mudah mencari kerja di industri tekstil yang lain jika sama-sama sedang lesu. Atau dipaksa menjadi wirausaha UMKM yang belum tentu mendapatkan pendapatan tetap,” pungkasnya.
Dengan situasi yang semakin kritis ini, diharapkan pemerintah dapat mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan di industri tekstil. Kebijakan yang mendukung peningkatan daya saing industri dalam negeri dan pengendalian impor produk tekstil murah perlu segera diterapkan untuk mengurangi angka pengangguran dan memulihkan kondisi industri tekstil nasional.