Media sosial tengah heboh dengan beredarnya video dari Guangzhou, China, yang memperlihatkan tumpukan pakaian grosir yang disebut-sebut siap dikirim ke Indonesia. Dalam video yang diunggah akun TikTok China Foreign Trade Clothing, tampak karung besar bertuliskan tujuan pengiriman ke berbagai kota, seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, Palembang, hingga Medan.

Yang mengejutkan, harga pakaian tersebut sangat murah. Satu potong kaos dibanderol sekitar Rp600–Rp700. Bahkan, dalam salah satu tayangan, penjual menuliskan harga US$50 atau sekitar Rp824.250 untuk satu bal berisi 2.000 potong kaos wanita dengan tujuan Bandung. Artinya, harga per potong hanya Rp412, tak sampai Rp500. Fenomena ini pun memicu perdebatan luas, terutama terkait ancaman bagi industri tekstil lokal yang semakin sulit bersaing dengan banjir produk impor murah.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta menegaskan bahwa fenomena ini bukan hal baru. Menurutnya, serbuan produk asal China sudah terjadi sejak 2023. Ia menyebut satu-satunya cara untuk menahan arus tersebut adalah melalui kebijakan proteksi pasar. Sebelumnya, Indonesia memiliki safeguard garment, namun kebijakan itu tidak diperpanjang. Karena itu, APSyFI mendorong revisi Permendag 8/2024 agar perlindungan bisa dilakukan melalui kuota impor.

Pemerintah sendiri telah merevisi aturan menjadi Permendag 17/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil. Redma menilai aturan baru ini sudah lebih baik, namun pelaksanaannya masih diragukan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menegaskan bahwa serbuan pakaian murah dari China sudah menjadi keluhan sejak lama. Menurutnya, ada tiga faktor utama yang membuat barang tersebut deras masuk ke Indonesia. Pertama, China mengalami kelebihan pasokan (over supply) akibat teknologi manufaktur yang maju. Kedua, adanya perang dagang dengan Amerika Serikat yang mendorong produk China membanjiri pasar lain. Ketiga, lemahnya proteksi di Indonesia membuat pasar domestik rentan diserbu produk jadi impor.

Danang berharap pemerintah lebih tegas dalam membendung arus produk pakaian jadi asal China. Meski Permendag 17/2025 akan berlaku pada September, ia menilai perlindungan nyata terhadap industri tekstil dalam negeri masih sangat dibutuhkan agar tidak kalah bersaing di pasar sendiri.