Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus menjadi sektor strategis nasional yang berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah, serta kontribusi ekspor. Pada semester I tahun 2025, sektor ini mencatat pertumbuhan 4,5% dengan kontribusi 1,22% terhadap PDB nasional. Nilai ekspor mencapai USD 5,86 miliar dengan surplus perdagangan sebesar USD 1,3 miliar.
Direktur Industri Kulit dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rizky Aditya Wijaya, menyebutkan bahwa industri TPT bersama kulit dan alas kaki menyerap lebih dari 3,76 juta tenaga kerja, atau sekitar 19,18% dari total pekerja manufaktur nasional. Namun, sektor ini juga menghadapi tantangan berat, baik dari sisi eksternal seperti proteksionisme, ketegangan geopolitik, hingga oversupply dari negara produsen besar, maupun dari sisi domestik yang membutuhkan penguatan daya saing, efisiensi, serta diferensiasi produk.
Meski demikian, peluang juga terbuka, salah satunya melalui penurunan tarif bea masuk ke pasar Amerika Serikat dari 32% menjadi 19% per 1 Agustus 2025. Rizky menekankan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan untuk memperluas pasar sekaligus memperkuat daya saing ekspor nasional. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga keberlanjutan sektor hilir, yakni industri pakaian jadi, yang menjadi penggerak utama bagi sektor hulu seperti benang dan kain serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Dalam mendukung keberlanjutan industri, pemerintah menerbitkan Permenperin Nomor 27 Tahun 2025 sebagai tindak lanjut dari Permendag Nomor 16 dan 17 Tahun 2025 mengenai kebijakan impor. Regulasi baru ini menggantikan Permenperin Nomor 5 Tahun 2024 dengan pendekatan yang lebih adaptif dan transparan. Melalui beleid tersebut, impor bahan baku dan penolong tetap difasilitasi secara selektif berdasarkan kebutuhan nasional, sementara impor barang konsumsi dikendalikan secara proporsional agar tidak melemahkan industri lokal.
Permenperin Nomor 27 Tahun 2025 juga mengatur tata cara penerbitan Pertimbangan Teknis untuk impor TPT, memberlakukan verifikasi legalitas bagi pelaku usaha, serta memberikan relaksasi persyaratan tertentu bagi barang konsumsi. Kemenperin menegaskan bahwa kebutuhan industri dalam negeri akan selalu menjadi prioritas dengan memperkuat konektivitas antara sektor hulu dan hilir.
Workshop sosialisasi beleid ini yang diselenggarakan bersama KSO Sucofindo – Surveyor Indonesia (KSO SCSI) diapresiasi sebagai sarana edukasi bagi para pelaku industri. Wakil Ketua Umum BPP GINSI, Erwin Taufan, menyatakan bahwa regulasi tersebut memberikan kepastian hukum dan pemahaman yang jelas bagi importir TPT, tas, dan alas kaki. Menurutnya, aturan ini menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dengan perlindungan produk tekstil lokal agar industri nasional tetap kompetitif.
Dengan penerapan aturan yang konsisten dan transparan, diharapkan regulasi baru ini dapat menjaga keberlanjutan industri TPT sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.