Eksportir tekstil India tengah berupaya keras mencari pasar baru di Eropa setelah Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump menggandakan tarif impor hingga mencapai 50%. Kenaikan tarif ini menjadi pukulan berat bagi industri tekstil dan pakaian India, yang selama ini sangat bergantung pada pasar AS sebagai tujuan ekspor utama.
Sejumlah pelaku industri mengungkapkan bahwa untuk mengurangi dampak kebijakan tersebut, eksportir kini mulai menawarkan potongan harga kepada pelanggan lama di AS sambil menjajaki peluang ekspor baru ke negara-negara Uni Eropa (UE). Langkah ini dianggap penting agar mereka tidak kehilangan momentum ekspor dan tetap dapat menjaga stabilitas bisnis di tengah tekanan tarif tinggi.
Seorang eksportir asal Mumbai menyatakan bahwa perusahaannya kini memprioritaskan diversifikasi pasar ke wilayah Eropa. Menurutnya, percepatan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas (FTA) antara India dan Uni Eropa akan menjadi faktor penentu dalam memperluas akses pasar serta memperkuat daya saing produk India di kawasan tersebut. Saat ini, negosiasi perdagangan antara kedua pihak telah memasuki tahap krusial dengan target penandatanganan FTA pada akhir tahun 2025.
Uni Eropa saat ini merupakan mitra dagang terbesar India dalam sektor barang, dengan total perdagangan dua arah mencapai US$137,5 miliar pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2024 — meningkat hampir 90% dibanding satu dekade sebelumnya. Hal ini menunjukkan potensi besar pasar Eropa sebagai alternatif utama bagi eksportir India yang terdampak kebijakan tarif AS.
Rahul Mehta, mentor utama Clothing Manufacturers Association of India, menjelaskan bahwa para eksportir kini tengah beradaptasi untuk memenuhi standar ketat Uni Eropa, seperti regulasi bahan kimia, ketelusuran bahan baku, serta etika produksi. “Banyak eksportir yang meningkatkan fasilitas produksi agar sesuai dengan persyaratan UE. Ini menjadi langkah penting untuk memperluas ekspor dan memperkuat reputasi produk India di pasar global,” ujarnya.
Selain memperluas pasar, langkah diversifikasi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS yang selama ini menyerap sekitar 29% dari total ekspor tekstil dan pakaian India, dengan nilai mencapai US$38 miliar pada tahun fiskal hingga Maret 2025.
Namun, dampak langsung dari kebijakan tarif tersebut mulai terasa. Beberapa eksportir terpaksa memberikan diskon besar agar tetap bisa mempertahankan pelanggan di AS. Salah satunya, Creative Group dari Mumbai, yang sekitar 89% ekspornya ditujukan ke pasar Amerika. Ketua perusahaan, Vijay Kumar Agarwal, mengaku bahwa jika kebijakan tarif tinggi ini terus berlanjut, perusahaannya terancam kehilangan antara 6.000 hingga 7.000 pekerja dari total 15.000 tenaga kerja.
Ia menambahkan, apabila situasi tidak membaik dalam enam bulan ke depan, pihaknya akan mempertimbangkan untuk memindahkan sebagian fasilitas produksi ke Oman atau Bangladesh sebagai strategi efisiensi.
Kenaikan tarif impor AS memang menjadi tantangan besar bagi sektor tekstil India yang selama ini bergantung pada ekspor ke Negeri Paman Sam. Namun, dengan langkah cepat untuk memperluas pasar ke Eropa dan meningkatkan kualitas serta standar produksi, industri tekstil India berpotensi menemukan momentum baru guna memperkuat posisinya di pasar global yang semakin kompetitif.