Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional tengah menaruh harapan besar pada komitmen pemerintah untuk menuntaskan persoalan impor ilegal yang telah lama menghantui sektor ini. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai langkah tegas pemerintah, terutama pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang pemberantasan impor ilegal dan perdagangan pakaian bekas (thrifting), menjadi momentum penting bagi kebangkitan industri TPT dalam negeri.
Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, menegaskan bahwa persoalan impor ilegal sudah lama menjadi momok bagi pelaku industri. Masuknya produk tekstil dan pakaian bekas dalam jumlah besar membuat pelaku usaha lokal, terutama sektor kecil dan menengah, kesulitan bertahan karena harus bersaing dengan harga produk impor yang jauh lebih murah.
“Dunia usaha TPT menunggu aksi nyata dari pernyataan Pak Purbaya,” ujar Danang pada Selasa (28/10/2025). Ia menekankan pentingnya dukungan lintas kementerian agar upaya pemberantasan impor ilegal tidak berhenti sebatas wacana.
Menurut Danang, jika praktik impor ilegal benar-benar diberantas, rantai pasok industri TPT akan kembali menggeliat, mulai dari produksi kain, benang, bahan kimia pendukung, hingga sektor fesyen. “Begitu pasar bersih dari barang ilegal, industri lokal akan menggeliat kembali. Efeknya bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi, tapi juga pada penyerapan tenaga kerja karena industri TPT merupakan sektor padat karya,” ujarnya.
API juga mengapresiasi langkah pemerintah memperketat tata niaga impor melalui penerbitan Permenperin Nomor 27 Tahun 2025 dan Permendag Nomor 17 Tahun 2025. Kedua regulasi ini dianggap saling melengkapi—Kemenperin mengatur mekanisme pertimbangan teknis impor TPT, sementara Kemendag menata kembali prosedur perizinan impor. “Keduanya menjadi sinyal positif untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan mengendalikan arus barang masuk,” kata Danang.
Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan utama terletak pada konsistensi penerapan kebijakan di lapangan. “Masalah klasik kita bukan pada regulasinya, tapi pada implementasi dan ketegasan aparat di lapangan,” tegasnya.
Meski impor ilegal ditekan, Danang optimistis pasokan tekstil dalam negeri akan tetap mencukupi. Menurutnya, produk tekstil Indonesia telah memiliki kualitas bersaing dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dari berbagai segmen harga. “Kualitas tekstil Indonesia sudah diakui dunia. Dari produk murah hingga premium, semua tersedia di sini. Kalau pasokan thrifting dihentikan, pasar akan menyesuaikan dengan cepat,” ujarnya.
Kendati demikian, API meminta pemerintah memberi masa transisi bagi pedagang kecil yang masih menggantungkan hidup pada penjualan pakaian bekas impor. “Berikan waktu singkat agar mereka bisa menghabiskan stok tanpa rugi besar. Fokus penindakan harus diarahkan pada importir besar yang melanggar, bukan pedagang kecil,” tambahnya.
Lebih jauh, Danang menyoroti pentingnya memutus praktik kolusi antara pengusaha dan oknum aparat yang menjadi sumber kebocoran kebijakan. Ia juga menilai sinergi antar kementerian menjadi faktor krusial dalam menegakkan aturan secara efektif.
API percaya Presiden Prabowo Subianto memiliki kapasitas untuk melindungi industri padat karya seperti TPT. Namun, dibutuhkan koordinasi yang kuat antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan agar kebijakan berjalan selaras. “Presiden harus bertangan besi untuk memastikan kedua kementerian strategis ini sejalan. Dulu, ketidaksinergisan antar-regulasi justru melemahkan sektor industri,” tegasnya.
Danang menutup dengan harapan agar momentum harmonisasi kebijakan industri dan perdagangan dapat terus dijaga. Dengan penerapan regulasi yang konsisten serta penegakan hukum yang tegas, industri tekstil nasional diyakini mampu bangkit kembali, menjadi penggerak ekonomi domestik sekaligus memperkuat posisi ekspor Indonesia di pasar global.