Para pedagang pakaian bekas atau thrifting mendesak pemerintah agar penindakan terhadap impor tekstil ilegal dilakukan langsung di pelabuhan, bukan di pasar tempat mereka berjualan. Aspirasi ini disampaikan oleh Widho, pedagang thrifting asal Bandung, dalam pertemuan dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

Widho menilai para pedagang kerap menjadi sasaran utama penyitaan barang setiap tahun, padahal mereka memperoleh pakaian bekas itu dari importir ilegal yang memasukkan barang melalui pelabuhan. Ia menegaskan bahwa pedagang kecil tidak seharusnya diperlakukan seperti pelaku kejahatan karena mereka hanya berusaha memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain di pasar, aparat disebut masih sering melakukan penyitaan barang hingga ke rumah para pedagang, sehingga menimbulkan rasa ketidakpastian dan tekanan psikologis.

Situasi makin sulit setelah pemerintah melarang thrifting. Banyak akun media sosial pedagang diblokir karena teridentifikasi menjual pakaian bekas, membuat mereka kehilangan kanal penjualan yang selama ini menjadi andalan. Menurut Widho, janji pemerintah memberi solusi tidak sejalan dengan realitas. Ia menilai tawaran akses modal melalui pinjaman bank tidak membantu karena justru berpotensi menyulitkan pedagang kecil.

Para pedagang mengusulkan solusi alternatif berupa legalisasi atau pemberlakuan larangan terbatas (lartas) terhadap impor tekstil. Kebijakan ini diyakini dapat mengurangi kebocoran negara dan menambah penerimaan, terutama mengingat pengawasan kapal patroli untuk mencegat barang selundupan masih sangat terbatas.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan larangan impor pakaian bekas sebagai langkah melindungi industri tekstil nasional sekaligus menjaga kesehatan masyarakat. Pemerintah menyiapkan sekitar 1.300 merek lokal untuk menggantikan pasokan pakaian bekas impor, mulai dari pakaian hingga alas kaki. Kebijakan ini diharapkan memberikan ruang bagi produk lokal untuk berkembang, namun bagi pedagang thrifting, kebijakan tersebut menimbulkan kebutuhan mendesak akan kepastian hukum dan solusi yang lebih berpihak pada keberlangsungan usaha kecil.