Indonesia semakin agresif membuka peluang kemitraan internasional di sektor tekstil dan garmen melalui rangkaian agenda di Global Sourcing Expo 2025. Salah satu momen pentingnya adalah Business Networking Dinner on Textile and Garment Industry yang berlangsung di KJRI Melbourne pada 18 November 2025. Acara ini mempertemukan Duta Besar Indonesia untuk Australia dan Vanuatu, Siswo Pramono, Konjen RI Melbourne Yohannes Jatmiko Heru Prasetyo, serta para pelaku industri tekstil dari Indonesia, termasuk perwakilan usaha dari Kota Bandung.

Dalam forum tersebut, Siswo Pramono menegaskan bahwa hubungan perdagangan Indonesia–Australia melaju pesat sejak diberlakukannya IA-CEPA. Nilai perdagangan kedua negara yang sebelumnya berada di angka 13 miliar dolar Australia, kini melonjak menjadi 37 miliar dolar Australia dalam kurun empat tahun, atau naik sekitar 180 persen. Indonesia pun mencatat peningkatan ekspor mendekati 100 persen pada periode yang sama. Menurut Siswo, kehadiran Indonesia dalam pameran global seperti ini sangat krusial untuk menegaskan kualitas produk nasional sembari membuka peluang kolaborasi bisnis yang nyata.

Ia menekankan pentingnya kualitas, konsistensi, dan etika bisnis untuk menjaga kepercayaan mitra Australia. Siswo juga merujuk pada hasil kunjungan Presiden Prabowo ke Sydney yang menyoroti tiga prioritas penguatan kerja sama, yaitu sektor pertanian dan pangan, peternakan sapi, hingga industri mineral kritis dan ekosistem baterai listrik. Indonesia saat ini tengah berupaya meningkatkan impor sapi hidup dari 500.000 menjadi 700.000 ekor per tahun untuk mendukung ekonomi desa berbasis koperasi. Selain itu, potensi sinkronisasi hilirisasi antara kedua negara diyakini semakin terbuka lebar berkat listrik yang lebih murah dan tenaga kerja yang kompetitif di Indonesia, terutama dalam pengembangan baterai kendaraan listrik.

Pada sektor garmen, Siswo melihat potensi kolaborasi yang saling melengkapi. Industri garmen Australia yang skalanya kecil namun tumbuh pesat dapat bersinergi dengan kapasitas produksi besar Indonesia yang kini menghadapi tantangan daya saing. Penggabungan teknologi serta tata kelola Australia dengan kemampuan produksi Indonesia diyakini dapat memperkuat penetrasi ke pasar Eropa, apalagi Indonesia telah merampungkan FTA dengan Uni Eropa. Ia juga menyinggung persoalan kelangkaan bahan baku kulit di Indonesia akibat tingginya kebutuhan industri makanan. Pada 20 November mendatang, KBRI akan mempertemukan pelaku penyamakan kulit Indonesia dengan rumah potong hewan Australia guna membahas peluang impor raw hide untuk diolah menjadi wet blue di Indonesia.

Konjen RI Melbourne, Yohannes Jatmiko, menambahkan bahwa partisipasi Indonesia pada Global Sourcing Expo 2025 merupakan salah satu yang terbesar dalam satu dekade terakhir, dengan menghadirkan 25 perusahaan dan 43 delegasi. Produk yang ditampilkan meliputi tekstil, garmen, modest fashion, kulit, alas kaki, produk alami, hingga material inovatif. Yohannes menyebut acara ini sebagai titik awal kolaborasi besar, mulai dari private label, kontrak jangka panjang, hingga kokreasi produk untuk pasar Australia.

Acara ini juga dihadiri oleh Pemerintah Kota Bandung melalui Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian, pelaku IKM tekstil dan fashion Bandung, serta sejumlah pengusaha Australia yang tengah menjajaki kemitraan strategis dengan Indonesia. Sinergi yang terbangun di Melbourne ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar global dan membuka jalan bagi kolaborasi industri yang lebih luas di masa depan.