Pelaku industri tekstil dan garmen meminta pemerintah daerah tidak menetapkan upah minimum sektoral bagi sektor garmen, tekstil, dan industri pendukungnya. Seruan ini disampaikan Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto yang menilai kebijakan tersebut berpotensi menambah beban biaya secara tidak proporsional di tengah tekanan berat yang sedang dihadapi industri padat karya.

Anne menjelaskan, saat ini sektor tekstil dan garmen tengah mengalami pelemahan akibat meningkatnya biaya berusaha, derasnya tekanan impor, serta dinamika perdagangan global yang tidak menentu. Dalam kondisi tersebut, penetapan upah minimum sektoral dinilai justru dapat semakin menekan daya saing industri nasional. Pemerintah sendiri telah menetapkan nilai indeks atau alpha (α) dalam rentang 0,5 hingga 0,9 sebagai salah satu variabel dalam penentuan upah minimum.

Menurutnya, peningkatan kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan industri seharusnya ditempuh melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi, bukan dengan menambah beban struktural yang berisiko mempersempit ruang usaha dan mengancam keberlangsungan lapangan kerja formal. Dunia usaha pun mendorong agar daerah-daerah basis industri garmen dan tekstil menerapkan nilai alpha pada batas minimal, sehingga pelaku industri memiliki ruang untuk memperkuat daya saing, menjaga keberlangsungan usaha, serta meningkatkan penetrasi pasar domestik dan internasional.

Selain soal pengupahan, AGTI juga mengimbau pemerintah untuk meninjau ulang dan menata kembali regulasi yang berdampak langsung pada industri manufaktur dan sektor padat karya. Evaluasi kebijakan dinilai perlu dilakukan secara menyeluruh dengan mengacu pada praktik terbaik, baik dari regulasi industri dalam negeri yang berhasil mendorong industrialisasi maupun dari negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Pendekatan kebijakan yang proporsional dan berorientasi pada daya saing diyakini menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan industri nasional sekaligus memperluas kesempatan kerja formal.

Di sisi lain, pemerintah pusat telah mengambil langkah dengan menerbitkan regulasi baru terkait pengupahan. Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengupahan yang memuat formula penghitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2026. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa penyusunan PP tersebut telah melalui kajian dan pembahasan yang panjang sebelum akhirnya dilaporkan dan disahkan oleh Presiden pada Selasa, 16 Desember 2025. Pemerintah berharap regulasi ini dapat menjadi landasan kebijakan pengupahan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi dunia usaha maupun pekerja.