Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendesak pemerintah untuk menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebesar 20% terhadap produk benang filamen impor, khususnya dari Tiongkok. Langkah ini dinilai krusial untuk menyelamatkan industri tekstil nasional yang tengah menghadapi tekanan berat akibat praktik dumping yang menciptakan distorsi harga di pasar domestik.
Industri tekstil Indonesia tengah bersiap untuk pulih secara berkelanjutan, dengan dorongan dari kebijakan yang mengutamakan daya tahan dan daya saing produsen dalam negeri. Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengusulkan kepada pemerintah agar menerapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebesar 20% terhadap benang filamen impor, terutama yang berasal dari Tiongkok. Menurutnya, langkah ini akan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan kompetitif serta memulihkan keseimbangan rantai pasok tekstil nasional dari hulu hingga hilir.
Krisis di sektor tekstil nasional terus memburuk seiring dengan polemik Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang hingga kini belum direvisi. Aturan ini dinilai sebagai biang kerok runtuhnya sejumlah perusahaan tekstil dalam negeri dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, termasuk kebangkrutan PT Sritex yang berdampak pada 27 ribu buruh.
Page 74 of 387