Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah berada di titik nadir. Gempuran produk impor yang masif, lemahnya permintaan pasar, dan stagnasi investasi telah membawa industri ini ke jurang krisis. Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan jumlah tenaga kerja menjadi cerminan nyata dari situasi yang semakin memburuk. Dari 5,5 juta pekerja sebelum pandemi, kini tersisa hanya 3,9 juta orang yang masih bertahan di sektor ini.
Rencana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai beragam respons, terutama dari kalangan pengusaha tekstil. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menyatakan bahwa meskipun gagasan ini lahir dari niat baik untuk mencegah PHK massal, perlu kewaspadaan agar pelaksanaannya tidak menjadi alat kriminalisasi terhadap pelaku usaha. Ia menekankan pentingnya memahami regulasi yang telah ada, khususnya hasil kesepakatan tripartit antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, dalam menangani hubungan industrial.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), termasuk kulit dan alas kaki, terus menunjukkan daya tarik sebagai sektor strategis dalam perekonomian nasional. Tak hanya berperan sebagai tulang punggung industri padat karya dengan serapan tenaga kerja mencapai 3,87 juta orang atau 20,51% dari total tenaga kerja sektor manufaktur, industri ini juga mencatat realisasi investasi yang menggembirakan. Pada tahun 2024, nilai investasi di sektor TPT tercatat sebesar Rp 39,21 triliun, meningkat 31,1% dari tahun sebelumnya. Sepanjang kuartal pertama 2025, empat perusahaan di subsektor tekstil dan pakaian jadi telah memperoleh Surat Keterangan Usaha dengan total nilai investasi mencapai Rp 304,43 miliar.
Page 74 of 365