Indonesia tengah bersiap menyambut gelombang investasi asing di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), terutama dari Swedia, China, dan Jepang. Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa pada semester II tahun 2025, sejumlah perusahaan dari negara-negara tersebut akan menanamkan modalnya, terutama di segmen hilir seperti kain dan proses pencelupan yang lebih ramah lingkungan.

Di tengah tekanan berat yang dialami industri tekstil Indonesia, secercah harapan muncul dari ketertarikan sejumlah investor asing untuk menanamkan modalnya. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa pada semester kedua 2024 telah muncul minat dari investor, khususnya di sektor benang dan pabrik tekstil terintegrasi.

Meskipun sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mencatat adanya tambahan investasi baru sebesar Rp10,2 triliun pada 2024, geliat industri ini belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Sinyal deindustrialisasi dini masih terasa kuat, ditandai dengan rendahnya utilisasi pabrik dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi, menyebut bahwa tren PHK masih terjadi pada 2025, meskipun skalanya menurun dibanding tahun sebelumnya. Tambahan investasi, meski patut disyukuri, dinilainya belum cukup menggantikan investasi yang berhenti, baik dari sisi produksi maupun penyerapan tenaga kerja.