Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia kembali menghadapi tantangan serius dengan maraknya produk impor yang membanjiri pasar domestik. Meski kinerja industri tekstil menunjukkan sedikit perbaikan, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa dominasi produk impor menghambat pemulihan industri dalam negeri secara nyata.

Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop) Ferry Juliantono menyatakan komitmen penuh untuk melindungi industri tekstil dalam negeri, terutama perajin batik, dari dampak serbuan produk impor. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah mendukung Koperasi Syarikat Dagang Kauman (SDK) di Surakarta, Jawa Tengah, yang diakui sebagai koperasi batik terbaik di wilayah tersebut.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop) mengajukan naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Industri Tekstil. Dokumen ini disampaikan kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai langkah untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari banjir produk impor.

Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop), Ferry Juliantono, mengungkapkan bahwa maraknya impor baju bekas dan produk tekstil lain ke Indonesia disebabkan belum adanya regulasi yang memberikan perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri. Hal ini disampaikan setelah rapat bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop), Ferry Juliantono, menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung industri tekstil nasional, khususnya perlindungan terhadap para perajin batik. Salah satu upaya konkret adalah mendukung Koperasi Syarikat Dagang Kauman (SDK), koperasi batik terkemuka di Surakarta, Jawa Tengah.