Pertumbuhan industri tekstil Indonesia yang mulai menunjukkan tren positif justru diiringi dengan munculnya berbagai narasi negatif dari sejumlah pihak. Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas, menilai hal ini dapat melemahkan upaya pemerintah dalam memperkuat daya saing industri tekstil di kancah global.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti anomali di industri tekstil hulu yang berada di bawah naungan Asosiasi Produsen Benang Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI). Di satu sisi, asosiasi ini kerap mendesak pemerintah agar memperketat impor, namun di sisi lain sejumlah anggotanya justru tercatat sebagai importir besar.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyambut baik sikap Menteri Perindustrian yang siap menindak tegas terkait dugaan mafia kuota impor tekstil. Sekretaris Jenderal APSyFI, Farhan Aqil Sauqi menyatakan bahwa dugaan ini bermula dari lonjakan impor benang dan kain sementara disisi lain 60 perusahaan yang memproduksi barang sejenis justru harus tutup dan mem-PHK karyawannya.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai insentif fiskal yang diberikan pemerintah belum cukup untuk membangkitkan kembali industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dukungan regulasi, efisiensi biaya produksi, hingga pembenahan infrastruktur energi dinilai sama pentingnya agar industri padat karya ini bisa kembali kompetitif.
Indonesia dan Turki resmi mempererat kerja sama di sektor fesyen dan tekstil melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di ajang Istanbul Fashion Connection (IFCO) 2025 yang berlangsung pada 20–22 Agustus 2025. Kesepakatan ini melibatkan lima pihak, yakni IKRA Council (Indonesia) yang diwakili Ali Charisma, International Apparel Federation-Turkey Chapter, MTD Turkey, UT Project oleh Umit Temurin, serta ITKIB Fuarcilik.
Page 44 of 239