Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia semakin besar, khususnya di sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki. Menurutnya, keberlanjutan tren ini sangat dipengaruhi kondisi ekonomi global dan hasil negosiasi tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

Tim mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad) memperkenalkan inovasi tekstil berbahan serat rami yang ramah lingkungan dalam ajang Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025. Produk ini dipamerkan di Sasana Budaya Ganesa, Bandung, pada Sabtu (9/8/2025).

Penerapan tarif impor sebesar 19% oleh Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia mulai berlaku pada 7 Agustus 2025. Kebijakan ini memunculkan kekhawatiran akan potensi penurunan ekspor, terutama di sektor tekstil yang selama ini menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia ke AS. 

 

Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran kembali menjadi sorotan setelah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa hampir satu juta pekerja di Indonesia terdampak dalam kurun Agustus 2024 hingga Februari 2025. 

Mulai Kamis, 7 Agustus 2025, tarif resiprokal sebesar 19% yang dikenakan Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia resmi diberlakukan. Langkah ini dipastikan akan berdampak pada berbagai sektor industri nasional, khususnya produk unggulan ekspor.