Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tengah menghadapi tekanan hebat akibat tantangan dari dalam dan luar negeri. Penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat yang mengenakan tarif hingga 32 persen pada sejumlah produk tekstil, menjadi salah satu faktor utama yang melemahkan kinerja sektor ini.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa kondisi ketenagakerjaan di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih stabil, meskipun terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, peningkatan jumlah pekerja baru dalam beberapa industri mampu menutupi angka PHK tersebut. Ia merujuk pada hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024, yang mencatat kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor industri pakaian jadi dibandingkan Agustus 2023. Pada Agustus 2024, tercatat sebanyak 2.895.881 orang bekerja di sektor ini, naik dari 2.693.406 orang tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, sektor TPT menyerap sekitar 3,97 juta pekerja dan menyumbang 20,51 persen dari total tenaga kerja di sektor manufaktur.

Langkah ekspansi tenaga kerja yang dilakukan PT Duniatex dengan menambah sekitar 5.000 karyawan dalam dua tahun terakhir belum cukup menjadi penanda pulihnya industri tekstil nasional. Saat ini, jumlah tenaga kerja perusahaan tersebut mencapai 18.000 orang, naik dari sebelumnya 12.000. Meski perkembangan ini layak mendapat apresiasi, kondisi sektor tekstil secara umum masih dinilai rapuh dan belum stabil.