Maraknya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang membanjiri pasar dalam negeri menimbulkan kekhawatiran besar bagi industri tekstil nasional. Anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo, menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil langkah taktis dan tegas untuk menekan tingginya volume impor guna melindungi industri lokal dan masyarakat.

Industri tekstil dalam negeri menghadapi ancaman serius akibat membanjirnya produk tekstil impor. Kondisi ini telah menyebabkan banyak perusahaan gulung tikar dan berpotensi menghilangkan nilai ekonomi industri tekstil yang mencapai Rp 235 triliun per tahun. Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyayangkan situasi ini, mengingat industri tekstil memiliki potensi besar dalam memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

Anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo, menyoroti tingginya volume impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang masuk ke Indonesia. Ia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam menekan impor demi melindungi industri dalam negeri serta masyarakat yang bergantung pada sektor ini.

Indonesia semakin menunjukkan eksistensinya dalam industri tekstil berkelanjutan dengan berpartisipasi dalam pameran Source Fashion di Inggris. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London turut memfasilitasi sejumlah perusahaan tekstil nasional untuk menampilkan produk-produk unggulan dalam ajang fesyen berkelanjutan terbesar di Inggris dan Eropa tersebut.

Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 diharapkan mampu memperkuat industri nasional. Namun, ketersediaan bahan baku berkualitas dengan harga yang kompetitif tetap menjadi tantangan utama bagi sektor industri dalam negeri. Pembatasan impor bahan baku yang diterapkan pemerintah dapat berisiko melemahkan daya saing industri jika tidak disertai dengan solusi yang tepat.