Meningkatnya volume produk impor dari China ke Indonesia telah memberikan tekanan berat pada produsen lokal, terutama di sektor tekstil dan manufaktur. Produk-produk murah dari China, yang banyak dijual secara daring, telah menggerogoti pangsa pasar produsen dalam negeri, membuat mereka kehilangan daya saing dan menyebabkan penurunan produksi.
Pada Agustus 2024, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan signifikan, mencapai level Rp15.400 per dolar AS. Penguatan ini dinilai sangat positif untuk mendukung sektor-sektor ekonomi Indonesia, terutama yang memiliki kandungan impor tinggi. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan bahwa penguatan rupiah merupakan langkah penting dalam menjaga stabilitas ekonomi.
PT Century Textile Industry Tbk. (CNTX), salah satu emiten tekstil di Bursa Efek Indonesia (BEI), mengumumkan rencana untuk delisting secara sukarela yang diperkirakan akan efektif pada Maret 2025. CNTX menjadi emiten tekstil berikutnya yang memutuskan untuk go private setelah tiga emiten lainnya mengumumkan rencana serupa.
Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) secara tegas mendesak Presiden Jokowi untuk segera memecat Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Desakan ini dilatarbelakangi oleh penilaian bahwa Sri Mulyani menjadi penyebab utama dari ambruknya industri tekstil lokal. Koordinator AMTI, Agus Riyanto, menyatakan bahwa hingga saat ini praktik importasi borongan terus terjadi tanpa ada tindakan tegas atau larangan dari Kementerian Keuangan.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia sedang mengalami masa sulit, di tengah tekanan persaingan yang semakin ketat dengan produk impor. Penurunan utilitas produksi yang signifikan menjadi salah satu indikator utama krisis ini. Pada Juni 2024, utilitas di sektor hulu hanya mencapai 55,28%, sementara di sektor hilir turun menjadi 77,4%. Kondisi ini memaksa banyak perusahaan tekstil untuk mengurangi pengeluaran, salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran.
Page 165 of 255