Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih terus berlanjut, menghantui ribuan pekerja. Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), mengungkapkan bahwa sekarang ada satu perusahaan tambahan yang bergabung dalam daftar perusahaan yang melakukan PHK tahun ini. Menurut Ristadi, "Bertambah satu perusahaan yang melakukan PHK tahun ini dengan jumlah sekitar 1.500 pekerja. Jadi, dari Januari hingga Oktober 2023, sudah ada tujuh perusahaan yang melakukan PHK dengan total mencapai sekitar 6.500 orang."
Perusahaan-perusahaan ini terletak di Serang, Banten, dan meskipun ada rencana untuk relokasi, rencana tersebut masih belum jelas. Namun, Ristadi tidak mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut.
Ristadi juga menyatakan, "Saya merasa dilema dalam situasi ini, tetapi akhirnya saya memahami bahwa perbankan dan pembeli memiliki dampak besar pada keputusan ini."
Pabrik-pabrik yang melakukan PHK tersebar di beberapa lokasi, termasuk Kabupaten Tangerang, Kota Semarang, Kabupaten Karanganyar, dan Jawa Barat. Ristadi mengungkapkan bahwa gelombang PHK di pabrik tekstil dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari kesulitan bersaing dengan produk impor hingga menurunnya kinerja ekspor.
Data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Oktober 2023 mengalami penurunan sebesar 1,81 poin, mencapai 50,70 dibandingkan dengan indeks bulan September 2023 yang mencapai 52,51. Ini merupakan penurunan setelah IKI mencapai level tertinggi dalam setahun terakhir pada bulan Juni 2023, yang mencapai 53,93, meningkat dari 50,90 pada bulan Mei 2023.
Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kemenperin, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab perlambatan IKI pada bulan Oktober 2023. Pertama, penurunan daya beli global, terutama di negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti AS, China, dan Eropa, telah menyebabkan penurunan tajam dalam permintaan manufaktur Indonesia. Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah telah meningkatkan biaya produksi karena harga impor naik.
Faktor ketiga adalah faktor eksternal, seperti banjirnya produk impor, peredaran barang ilegal, dan kenaikan harga energi pada bulan Oktober. Arif juga mencatat bahwa penegak hukum dan lembaga terkait tampaknya belum sepenuhnya mampu meredam arus barang impor ilegal yang menggerogoti pasar domestik. Situasi ini menunjukkan bahwa industri tekstil dan manufaktur Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang memengaruhi kesejahteraan pekerja dan stabilitas industri tersebut.