Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkapkan kondisi industri tekstil yang saat ini dalam keadaan kritis. Situasi ini semakin memburuk akibat dikeluarkannya 26 ribu kontainer yang sebelumnya tertahan di pelabuhan. Sekretaris Eksekutif APSyFI, Farhan Aqil Syauqi, menyatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab atas masuknya produk impor ilegal ini ke Indonesia.
"Kita masih ingat Pak Airlangga dan Bu Sri Mulyani yang mengeluarkan 26 ribu kontainer ke pasar domestik. Kita pun sampai saat ini tidak mengetahui apa isi dari kontainer tersebut, karena data tersebut tidak pernah disampaikan ke publik," kata Farhan dalam keterangannya pada Senin, 29 Juli 2024. Farhan juga menambahkan bahwa Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri Perindustrian tidak mengetahui isi dari kontainer tersebut.
Farhan menegaskan bahwa kondisi industri tekstil saat ini sangat kritis, dan masuknya 26 ribu kontainer tersebut memperburuk situasi. Ribuan karyawan terkena PHK dan penutupan pabrik masih terus berlanjut. "Pak Airlangga dan Bu Sri Mulyani harus tanggung jawab atas ribuan buruh yang di-PHK hingga saat ini. Diskusi-diskusi kami dengan Pemerintah terkait produk impor murah ini sudah bertahun-tahun. Belum lagi kita bicara tentang safeguard kain yang belum ditandatangani oleh Bu Sri Mulyani yang sudah menahun. Puncaknya dengan terbitnya Permendag No 8/2024 membuat 26 ribu kontainer masuk ke Indonesia. Ini seperti legalisasi impor ilegal di Indonesia," ucap Farhan.
Permendag No 8/2024 telah menjadi sorotan karena dianggap memfasilitasi masuknya produk impor ilegal yang merugikan industri tekstil domestik. Farhan mengungkapkan bahwa dampak dari kebijakan ini sangat merugikan, dengan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan dan pabrik-pabrik tutup.
Dalam situasi yang semakin sulit ini, APSyFI mengharapkan tindakan tegas dari pemerintah untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari serbuan produk impor ilegal. Mereka juga menuntut transparansi dan kejelasan terkait isi dari 26 ribu kontainer yang telah dikeluarkan, serta perlindungan bagi pekerja yang terdampak oleh kebijakan tersebut.