Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperingatkan bahwa langkah ini akan berdampak signifikan terhadap biaya operasional, mengakibatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, serta menambah beban pada industri yang sudah tertekan oleh daya beli masyarakat yang lemah dan maraknya impor ilegal.

Efisiensi yang Tidak Ideal


Wakil Ketua API, David Leonardi, menjelaskan bahwa kenaikan PPN otomatis meningkatkan pajak atas barang dan jasa yang terlibat dalam proses produksi. Dalam situasi ekonomi yang sulit, ini memaksa pelaku usaha untuk mengambil langkah efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja dan penghematan energi operasional.

"Efisiensi menjadi solusi sementara, meskipun bukan langkah yang ideal. Langkah ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan industri agar tidak tutup," ujar David, Kamis (28/11/2024).

David menambahkan bahwa kenaikan PPN akan semakin menekan daya saing produk TPT dalam negeri, terutama karena daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya. Akibatnya, utilitas pabrik tetap berada di level rendah, yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya pesanan produksi.

Ancaman PHK dan Penutupan Pabrik
Data API menunjukkan bahwa sebanyak 38 pabrik tekstil telah berhenti beroperasi dalam dua tahun terakhir. Dari awal 2024 hingga September, tercatat 46.000 pekerja di industri TPT terkena PHK. Angka ini diprediksi akan bertambah hingga 30.000 pekerja lagi sebelum akhir tahun.

Kondisi ini diperburuk oleh langkah efisiensi energi yang dilakukan pelaku usaha, seperti mengurangi jumlah mesin yang beroperasi. Dampaknya, bukan hanya tenaga kerja yang dirugikan, tetapi juga kesehatan industri TPT secara keseluruhan.

Upaya dan Usulan Solusi
Dalam upaya menyelamatkan industri TPT, API terus menjalin komunikasi dengan pemerintah. Salah satu usulan utama adalah menunda kenaikan PPN setidaknya selama satu tahun untuk memberikan waktu bagi industri beradaptasi.

"Penundaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan strategi bisnis tanpa merugikan tenaga kerja secara masif," ungkap David.

Selain itu, API mendorong pemerintah untuk mengeluarkan paket kebijakan khusus yang dapat menjaga daya saing dan ketahanan industri TPT. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu industri tetap bertahan meskipun kenaikan PPN diterapkan.

Kenaikan PPN menjadi 12% menghadirkan tantangan besar bagi industri TPT yang sudah berjuang menghadapi berbagai tekanan ekonomi. Jika tidak diimbangi dengan langkah kebijakan yang tepat, dampaknya dapat berupa PHK massal, penutupan pabrik, dan menurunnya daya saing produk lokal. Kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan sektor TPT, yang merupakan salah satu pilar penting perekonomian nasional.