Berhentinya operasional pabrik garmen terbesar di Pemalang sempat menjadi pukulan berat bagi perekonomian daerah. Ribuan pekerja kehilangan sumber penghidupan, sementara rantai pasok industri garmen di wilayah tersebut ikut terhenti. Aktivitas ekonomi lokal melemah seiring terhentinya denyut industri padat karya yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat.

Kini, harapan baru kembali tumbuh. PT Wong Hang Bersaudara (WHB) bersama PT Akarsa Garment resmi menghidupkan kembali fasilitas produksi garmen di Pemalang, Jawa Tengah. Di bawah kepemimpinan generasi keempat WHB, yakni Stephen Wongso, Samuel Wongso, dan Alfindra Amand, revitalisasi pabrik ini menjadi langkah strategis untuk memulihkan lapangan kerja sekaligus memperkuat kapasitas produksi tekstil nasional.

Pabrik yang berlokasi di Jalan Lingkar Luar Pemalang, Desa Kabunan, Kecamatan Taman, kini kembali beroperasi setelah sebelumnya tidak berfungsi. Peresmian pabrik menandai bangkitnya kembali industri padat karya di wilayah tersebut, menyelamatkan ribuan tenaga kerja dari ancaman pengangguran, serta mendorong stabilitas ekonomi masyarakat sekitar.

Saat ini, pabrik PT Wong Hang Bersaudara dan PT Akarsa Garment telah menyerap sekitar 1.300 tenaga kerja yang mayoritas merupakan warga lokal. Jumlah tersebut ditargetkan meningkat menjadi 1.500 karyawan hingga akhir 2025. Stephen Wongso menyampaikan bahwa WHB saat ini fokus memasok kebutuhan garmen untuk pasar domestik, khususnya instansi pemerintah.

“Market utama kami adalah Polri, TNI, serta berbagai kementerian di Indonesia. Produk yang kami hasilkan mulai dari seragam formal dan nonformal, PDL, PDH, hingga kebutuhan khusus seperti perlengkapan pasukan berkuda,” ujar Stephen saat ditemui di Pemalang, Jumat (19/12/2025).

Dukungan terhadap kebangkitan industri padat karya ini juga datang dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa sektor industri padat karya menjadi prioritas untuk menekan angka pengangguran di wilayahnya. Saat ini, tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah tercatat sebesar 5,37 persen, terendah di Pulau Jawa dan berada di bawah rata-rata nasional.

“Kami memastikan iklim investasi kondusif, tidak ada praktik premanisme, serta seluruh perizinan dipermudah melalui sistem satu pintu. Jawa Tengah juga memiliki sumber daya manusia siap pakai yang didukung pendidikan vokasi dan balai latihan kerja,” kata Luthfi.

Peresmian pabrik tersebut turut dihadiri Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komjen Pol Dedi Prasetyo. Ia menekankan peran strategis industri garmen nasional dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan masyarakat.

Menurut Dedi, ketersediaan logistik dasar seperti pakaian dan sepatu merupakan kebutuhan vital bagi personel kepolisian di lapangan. Industri garmen domestik dinilai memiliki peran penting dalam memastikan kebutuhan operasional tersebut terpenuhi secara cepat dan efisien tanpa kendala rantai pasok.

Revitalisasi pabrik ini juga menjadi upaya peningkatan kapasitas produksi nasional melalui pemanfaatan aset industri yang sebelumnya terbengkalai. Direktur WHB Alfindra Amand menjelaskan bahwa proses revitalisasi dilakukan melalui akuisisi pabrik seluas 1,5 hektare yang dilengkapi dengan mess karyawan serta sekitar 900 unit mesin produksi siap pakai.

“Revitalisasi ini merupakan langkah strategis untuk memulihkan lapangan kerja yang sempat hilang dan menggerakkan kembali roda ekonomi masyarakat sekitar,” ujar Alfindra.

Meski demikian, manajemen WHB belum mengungkapkan nilai investasi yang digelontorkan dalam proyek tersebut. Stephen menyebut investasi masih terus berjalan dan bersifat berkelanjutan.

“Angkanya belum bisa kami sampaikan karena masih terus bertambah seiring proses pengembangan yang berjalan,” tutupnya.