Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai formulasi penetapan Upah minimum Provinsi (UMP) 2026 dapat mengancam kelangsungan industri padat karya. Formulasi yang ditetapkan pemerintah dianggap lebih tinggi dari usulan pengusaha.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 Tentang Pengupahan disebutkan formulasi penetapan UMP adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan koefisien (Alfa 0,5–0,9). Dengan formulasi tersebut maka kenaikan UMP 2026 berada pada kisaran 5-7%.

Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menilai bila kenaikan upah terlalu tinggi maka akan mengancam kelangsungan industri. Terlebih industri padat karya sebab di industri tersebut sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah tinggi. Sebelumnya pengusaha sudah memberikan usulan kenaikan upah di alfa 0,1 sampai 0,3. Sedangkan alfa 0,5 diberikan untuk wilayah yang nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL)-nya di bawah UMP.

Sementara itu, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Rayon Tekstil (KAHMI Tekstil) menyatakan sikapnya dalam mendukung formulasi kenaikan upah 2026. Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil, Agus Riyanto menyatakan bahwa formulasi ini sudah sangat adil dan memberikan ruang bagi masing-masing daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi didaerahnya masing-masing.

“Perubahan rentang alfa ini menggambarkan perhatian pemerintah pada kesejahteraan masyarakat yang saat ini tengah dalam kondisi trend penurunan daya beli” jelas Agus.

Agus menilai sinis keberatan yang disampaikan kalangan pengusaha. Karena pada dasarnya karyawan adalah mitra dari pengusaha dalam bekerja bersama-sama membangun Perusahaan. “Jadi ketika karyawan berada dalam posisi sulit, maka pengusaha wajib itu serta membantu mereka supaya lebih kuat agar kinerjanya makin lebih baik” ungkapnya.

KAHMI tekstil tidak menampik bahwa kenaikan upah ini akan membebani keuangan kerusahaan ditengah tekanan pasar yang semakin besar, dan membuka kemungkinan akan ada perusahaan yang tutup terutama disektor tekstil dan garmen. Namun Agus menyatakan bahwa permasalahan banjirnya barang impor adalah ulah oknum pejabat korup yang bermain mata dengan importir. “Jadi tidak fair jika ulah para bandit dibebankan pada tenaga kerja atas nama dayasaing” tegasnya.

Bahkan Agus menyayangkan sikap sebagian organisasi pengusaha yang takut mengungkapkan permasalahan sebenarnya bahkan cenderung mengikuti permainan para pejabat korup ini. “Makanya banyak organisasi pengusaha yang ngomongnya tidak konsisten, karena mereka tahu cara main pejabat korup, tapi mereka harus lindungi karena punya kepentingan lain” ucap Agus. “Ya itu urusan mereka, tapi jangan jadikan tenaga kerja sebagai tumbal yang mengatasnamakan daya saing” tegasnya.

KAHMI tekstil juga mengapresiasi langkah menteri Purbaya untuk memperbaiki Ditjend Bea Cukai dan DiteJend Pajak. Meskipun belum terlihat hasilnya, Agus menilai bahwa sudah ada langkah maju dari Kementerian Keuangan sehingga membawa angin segar bagi dunia usaha agar tidak terus berjibaku dengan brang-barang impor ilegal. “Saat ini kami tinggal menunggu gebrakan kemenperin dalam membasmi mafia kuota impor, dan kalau menterinya diam saja, mafia itu akan tetap bercokol disana” pungkasnya.