Pada akhir Agustus hingga awal September lalu, sejumlah desainer fesyen dan perwakilan industri tekstil Indonesia menghadiri BRICS+ Fashion Summit dan Moscow Fashion Week di Moskwa, Rusia. Dari dua forum internasional tersebut, mereka membawa pulang optimisme untuk memperluas pasar tekstil Indonesia. Namun, agar mimpi itu terwujud, dukungan kuat dari pemerintah menjadi kunci utama.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantui industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Ikatan Alumni Institut Teknologi Tekstil-Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (IKA Tekstil) menyatakan keresahan atas kondisi tersebut, yang kini tidak hanya menimpa pekerja level operator, tetapi juga tenaga ahli hingga manajemen menengah.

Industri tekstil nasional kembali menghadapi tekanan besar akibat derasnya arus impor. Para pelaku usaha mendesak pemerintah agar segera menetapkan pembatasan kuota impor pakaian jadi dan produk tekstil maksimal 50 ribu ton per tahun. Usulan tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menyusul gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta penutupan pabrik di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat menetapkan dan menahan mantan Kepala Balai Besar Tekstil (BBT) Bandung, WDH, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat uji masker N95. Kasus ini menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,8 miliar.

Parlemen Eropa menyetujui langkah baru untuk menekan limbah makanan sekaligus mendorong produsen tekstil agar lebih bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah. Kebijakan ini menghadirkan skema Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas (Extended Producer Responsibility/EPR) bagi industri tekstil, serta target pengurangan limbah pangan yang mengikat di seluruh Uni Eropa.