Industri tekstil Indonesia terus menghadapi tekanan berat akibat derasnya arus barang impor, yang tidak hanya menekan pasar domestik tetapi juga memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penutupan pabrik. Data dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menunjukkan bahwa sejak 2023 hingga akhir 2024, tujuh perusahaan tekstil gulung tikar, sementara 28 pabrik menghentikan produksi sepenuhnya.

Tahun 2024 menjadi masa sulit bagi sejumlah emiten tekstil Indonesia. Berbagai masalah seperti penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) hingga kasus kepailitan terus menghantui industri ini. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, memproyeksikan bahwa tahun 2025 masih akan menjadi periode penuh tantangan bagi emiten tekstil.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyatakan dukungan terhadap pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Kebijakan impor dalam peraturan tersebut dinilai berkontribusi pada menurunnya kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.