Industri tekstil Indonesia kini tengah mempersiapkan langkah strategis untuk memperluas pasar ekspor ke luar Amerika Serikat. Hal ini menyusul rencana pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mulai melirik sejumlah negara potensial sebagai pasar alternatif, seperti Jepang, Jerman, Uni Emirat Arab, hingga Kanada dan Australia.
Kebijakan Amerika Serikat yang menetapkan tarif tinggi terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) asal Indonesia dinilai menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri dalam negeri. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyatakan bahwa meskipun tarif untuk China dan Vietnam lebih tinggi, posisi Indonesia tetap tidak menguntungkan karena kalah bersaing dengan negara seperti India dan Pakistan yang memperoleh tarif lebih rendah.
Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam industri tekstil dan garmen akibat melonjaknya tarif impor ke Amerika Serikat yang kini bisa mencapai 47 persen. Kenaikan ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, setelah kunjungan kerjanya ke Washington, AS. Menurutnya, lonjakan tarif tersebut terjadi akibat pemberlakuan tambahan bea masuk sebesar 10 persen oleh pemerintah AS, di luar tarif dasar yang sebelumnya sudah dikenakan antara 10 hingga 37 persen tergantung jenis produknya.
Page 129 of 415