Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia saat ini tengah berada di ambang kehancuran. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyampaikan kekhawatirannya atas situasi yang semakin parah ini. Redma menyerukan tindakan drastis berupa pembekuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan. Langkah ekstrem ini diusulkan sebagai cara untuk memberantas mafia impor yang telah merusak pasar tekstil domestik selama lebih dari satu dekade.

Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan empat kementerian untuk menyelamatkan PT. Sri Rejeki Isman (Sritex), sebuah perusahaan tekstil ternama yang telah berkiprah selama 53 tahun namun kini mengalami kebangkrutan. Langkah ini mendapat apresiasi dari Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI), Agus Riyanto, yang menilai tindakan cepat Presiden sebagai langkah positif untuk industri tekstil nasional. Namun, ia menekankan bahwa perbaikan ekosistem industri tekstil secara menyeluruh harus menjadi prioritas utama.

Dalam perkembangan terbaru, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sektor tekstil di Jawa Barat menyambut positif berbagai upaya yang akan dilakukan pemerintah, terutama terkait dengan pemberian stimulus untuk mendukung keberlanjutan usaha mereka. Sektor ini, yang selama ini sangat bergantung pada daya beli masyarakat serta kebijakan pengupahan, kini menghadapi tantangan baru seiring dengan pengusulan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 10 persen pada tahun 2025.