Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini digambarkan seperti “sudah jatuh tertimpa tangga.” Permintaan ekspor yang melemah dan pasar dalam negeri yang dipenuhi produk impor telah membuat industri TPT semakin sulit untuk bertahan.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia tengah berada dalam tekanan hebat, namun masih ada harapan untuk menyelamatkannya. Menurut Wijayanto Samirin, Ekonom dari Universitas Paramadina, berbagai upaya strategis dapat dilakukan untuk menjaga keberlangsungan industri ini di tengah tantangan besar.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, menyuarakan keresahannya atas tantangan yang dihadapi industri tekstil dalam negeri. Serbuan produk impor, khususnya dari China, semakin melemahkan industri tekstil lokal yang kini tengah menghadapi penurunan permintaan. Tidak hanya pasar domestik yang terpukul, pasar ekspor juga melemah karena dampak pelemahan ekonomi global pascapandemi Covid-19 dan ketidakstabilan akibat konflik geopolitik.

Industri tekstil Indonesia sedang menghadapi tekanan yang semakin berat, dengan berbagai tantangan yang melanda sektor ini, seperti penurunan permintaan global, fluktuasi nilai tukar dolar, dan ketatnya persaingan pasar. Salah satu dampak paling besar adalah kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang telah dinyatakan pailit. Meski begitu, masih ada beberapa perusahaan tekstil yang tetap bertahan, berkat kepemimpinan para taipan yang menjadi pilar di balik bisnis-bisnis tersebut.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia mengalami gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut, mendorong Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah baru, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, untuk segera bertindak. Ketidakstabilan ini menuntut perhatian serius, terutama dalam mencari solusi guna menyelamatkan perusahaan-perusahaan tekstil dari kehancuran lebih lanjut.