Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri tekstil disebabkan oleh dua faktor utama: penurunan permintaan dan kesulitan memperoleh bahan baku. Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Ndari Surjaningsih, menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global yang belum pulih sepenuhnya turut memengaruhi industri tekstil dan alas kaki di Indonesia. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara masih melambat, mengakibatkan permintaan terhadap produk tekstil dan alas kaki menurun.
Kawasan Tekstil Cigondewah (KTC), yang pernah menjadi salah satu ikon industri tekstil di Kota Bandung, kini menghadapi masa-masa sulit. Namun, di tengah kesuraman tersebut, terdapat secercah harapan—para pedagang yang mulai beralih berjualan secara online.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Kota Semarang mengungkapkan bahwa jumlah tenaga kerja terampil di sektor tekstil, khususnya di Jawa Tengah, masih sangat kurang. Ketua API Kota Semarang, Agung Wahono, menyatakan bahwa kekurangan ini diperkirakan mencapai sekitar 50 persen di setiap perusahaan.
Tren digitalisasi semakin meluas ke berbagai aspek kehidupan, namun dalam dunia fashion, penerapannya masih terbatas. Luri Renaningtyas, dosen Program Desain Fashion dan Tekstil (DFT) Universitas Kristen (UK) Petra, menjelaskan bahwa meski digitalisasi sudah merambah banyak sektor, dunia fashion masih banyak yang menggunakan teknik manual tanpa bantuan perangkat lunak 3D fashion.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkapkan penyebab utama turunnya kontribusi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa tren penurunan ini mencerminkan deindustrialisasi yang telah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir.
Page 145 of 238