Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) diperkirakan akan mengalami tantangan serius pada tahun 2024. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DIY memproyeksikan penurunan yang signifikan dalam ekspor sektor ini, yang dipicu oleh ketidakstabilan geopolitik global. Menurut Ketua Komtap Pembinaan & Pengembangan Sekretariat Kadin DIY, Timotius Apriyanto, ketidakstabilan geopolitik dunia berpotensi menggerus permintaan terhadap produk TPT DIY di pasar internasional. Negara-negara tujuan utama ekspor TPT DIY, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman, dipengaruhi oleh situasi ini.

Konflik yang terjadi Laut Merah kini membuat tarif logistik pengiriman kapal meningkat. Hal ini berimbas pada kinerja ekspor dan impor yang dilakukan sejumlah industri di Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto menyatakan, dampak dari konflik Laut Merah membuat sejumlah shipping line atau perusahaan pelayaran mengubah rutenya menjadi lebih jauh demi menghindari serangan di daerah konflik. Perubahan rute ini yang menyebabkan ongkos kirim logistik atau freight cost naik 40%-50%, baik untuk barang ekspor maupun impor.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia menghadapi tantangan serius dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat. Berbagai faktor seperti serbuan produk impor dan perlambatan ekonomi di pasar ekspor utama telah menyebabkan industri ini terus mengalami kesulitan. Pada akhir tahun 2023, situasi semakin memburuk dengan berita tentang dua pabrik TPT di Kota Semarang yang melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya. Total keseluruhan, sudah ada 10 pabrik yang melakukan PHK sepanjang tahun tersebut, dengan lebih dari 12.000 karyawan kehilangan pekerjaan. Angka ini hanya mencatat PHK yang dilakukan oleh pabrik yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).