Era suku bunga tinggi yang diprediksi masih panjang membawa dampak bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, saat ini industri tekstil menahan ekspansi dengan utilisasi yang ditahan di level rendah demi memastikan daya tahan bisnis. Selain tingginya suku bunga, industri tekstil juga dihadapkan pada permasalahan lain, yaitu serbuan impor tekstil. Hal ini dikhawatirkan dapat memukul industri tekstil dalam negeri, terutama pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Industri tekstil telah menjadi tulang punggung perekonomian global selama bertahun-tahun. Di Indonesia, sektor ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penciptaan lapangan kerja. Namun, industri tekstil tidak luput dari tantangan, termasuk persaingan global yang ketat, rendahnya efisiensi rantai pasokan, dan dampak lingkungan yang besar. Pada awal tahun 2024, terjadi penurunan hingga 30% dalam kapasitas produksi sejumlah industri tekstil pada kuartal pertama, sebuah angka yang jauh dari proyeksi sebelumnya yang menargetkan kenaikan sebesar 15%.
Kawasan industri Subang Smartpolitan semakin menarik bagi investor asing, terutama dari China, yang berminat untuk membangun fasilitas produksi di sana. Salah satu investor terbaru yang akan bergabung adalah produsen garmen, yang telah menunjukkan minat dalam membangun pabrik dengan luas mencapai 50-60 hektare di kawasan tersebut. Permintaan ini menjadi indikasi positif bagi pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia, meskipun sempat mengalami kontraksi beberapa waktu yang lalu.
Page 319 of 409