Industri tekstil kembali menjadi sorotan setelah tercatat sebagai satu-satunya sub sektor manufaktur yang mengalami kontraksi pada Oktober 2025. Berdasarkan hasil survei Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI), hanya sektor tekstil yang tertahan di bawah level ekspansi, yaitu pada posisi 49,74 poin. Padahal, secara keseluruhan IKI nasional masih menunjukkan tren positif dengan kenaikan 0,48 poin ke level 53,50.

Fenomena membeli pakaian bekas atau thrifting yang kini marak di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, ternyata membawa dampak serius bagi industri tekstil dalam negeri. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan bahwa praktik impor ilegal pakaian bekas telah menggerus sekitar 15 persen pangsa pasar produsen tekstil nasional.

Maraknya peredaran pakaian bekas impor ilegal semakin menekan industri tekstil nasional yang tengah berjuang bertahan di tengah perlambatan ekonomi. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai praktik tersebut telah memberikan pukulan telak bagi sektor tekstil, terutama pada industri padat karya yang menjadi tumpuan hidup jutaan pekerja Indonesia.

Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membatasi peredaran pakaian bekas impor mendapat dukungan luas, termasuk dari Konfederasi Serikat Pekerja Muslim Indonesia (Sarbumusi). Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk memulihkan industri tekstil dan garmen nasional yang tengah mengalami tekanan akibat maraknya arus impor pakaian bekas.

Produsen serat dan benang Indonesia optimistis bahwa Indonesia akan menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan industri tekstil dunia. Optimisme ini didasari oleh pengalaman panjang Indonesia di sektor tekstil selama lebih dari empat dekade, serta struktur industri yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.