Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia masih terus berada dalam kondisi yang penuh tekanan. Biaya produksi yang tinggi, ketergantungan pada bahan baku impor yang semakin mahal, serta ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantui keberlangsungan sektor ini di tahun 2025.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tengah menghadapi tekanan hebat akibat tantangan dari dalam dan luar negeri. Penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang utama, seperti Amerika Serikat yang mengenakan tarif hingga 32 persen pada sejumlah produk tekstil, menjadi salah satu faktor utama yang melemahkan kinerja sektor ini.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa kondisi ketenagakerjaan di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih stabil, meskipun terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurutnya, peningkatan jumlah pekerja baru dalam beberapa industri mampu menutupi angka PHK tersebut. Ia merujuk pada hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2024, yang mencatat kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor industri pakaian jadi dibandingkan Agustus 2023. Pada Agustus 2024, tercatat sebanyak 2.895.881 orang bekerja di sektor ini, naik dari 2.693.406 orang tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, sektor TPT menyerap sekitar 3,97 juta pekerja dan menyumbang 20,51 persen dari total tenaga kerja di sektor manufaktur.
Page 31 of 324