Penguatan industri tekstil nasional dinilai tak bisa dilepaskan dari upaya penyederhanaan regulasi, khususnya terkait izin impor bahan baku. Kebijakan yang lebih sederhana diyakini akan memperkuat daya saing produk dalam negeri sekaligus menekan maraknya thrifting pakaian impor yang membanjiri pasar Indonesia.

Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI), Anne Patricia Sutanto, menegaskan pentingnya penyederhanaan regulasi sebagai kunci meningkatkan daya saing industri padat karya, khususnya sektor garmen dan tekstil. Hal ini disampaikannya usai audiensi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan jajaran Kementerian Keuangan di Jakarta, Selasa (2/12/2025). Anne menilai pemerintah telah menunjukkan kemauan untuk mendorong efisiensi industri, namun penyelarasan kebijakan lintas kementerian perlu diperkuat agar tidak terjadi tumpang tindih aturan yang menghambat kebutuhan industri.

Upaya relokasi pedagang tekstil dari Pasar Wuring menuju Pasar Alok mulai menunjukkan progres. Pada Rabu (03/12/2025), sejumlah pedagang tekstil mulai mendatangi pengelola Pasar Alok untuk melaporkan diri sebagai bagian dari tahap awal penertiban yang dikoordinasikan Pemerintah Kabupaten Sikka.

Asosiasi Garment dan Tekstil Indonesia (AGTI) mengadakan audiensi bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk membahas penguatan industri tekstil dan garmen nasional. Dalam pertemuan tersebut, berbagai isu strategis yang berkaitan dengan kelancaran pasokan bahan baku hingga upaya menciptakan industri yang lebih kompetitif menjadi sorotan.

Para pedagang pakaian bekas kembali menyuarakan desakan agar pemerintah melegalkan kegiatan thrifting di Indonesia. Mereka mengklaim siap mematuhi aturan perpajakan bila praktik jual beli pakaian bekas impor diizinkan secara resmi. Aspirasi tersebut mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan untuk menghentikan impor balpres dan menindak peredaran pakaian bekas ilegal yang dinilai merugikan industri dalam negeri.