Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyampaikan kekecewaan mereka terhadap relaksasi aturan larangan dan pembatasan (lartas) impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024. Aturan ini, yang merupakan perubahan ketiga dalam kurun waktu kurang dari enam bulan dari Permendag No. 36/2023, kembali membuka kebijakan importasi untuk berbagai komoditas industri, termasuk tekstil.

Direktur Eksekutif API, Danang Girindrawardana, mengungkapkan bahwa berlakunya relaksasi impor ini akan memicu banjir produk asing, baik legal maupun ilegal, ke pasar domestik. "Dengan Permendag No. 8 ini, pelaku perdagangan importir umum akan lebih dianakemaskan daripada importir industri," kata Danang pada 30 Mei 2024.

Danang menjelaskan bahwa importir umum atau API-U tidak dikenakan syarat-syarat ketat untuk izin impor, sedangkan importir produsen harus memenuhi berbagai persyaratan, terutama untuk bahan baku. Ia menyayangkan Permendag No. 8/2024 yang dianggap lebih berpihak pada importir umum ketimbang melindungi industri tekstil dan produk tekstil nasional dari serbuan produk asing.

"Khusus untuk bahan baku, memang tidak masalah jika harus dipermudah, tetapi tetap harus dikelola dengan baik. Namun, untuk produk jadi seperti baju, tekstil, sepatu, elektronik, dan barang rumah tangga yang sudah jadi, harus dikontrol dengan ketat supaya industri dalam negeri tumbuh," ujarnya.

Danang menilai bahwa kebijakan lartas ini akan menguntungkan para pedagang impor, terutama produk-produk dari China yang saat ini sudah membanjiri pasar domestik dengan harga yang jauh lebih murah. "Saya sampaikan bahwa dalam 3 sampai 6 bulan ke depan, belasan ribu kontainer impor barang jadi akan masuk ke Indonesia. Ini akan membunuh ratusan ribu buruh atau pekerja domestik karena pabrik-pabrik tidak akan mampu bersaing lagi," jelasnya.

Dua tahun lalu, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terpaksa mengurangi hampir 100.000 pekerjanya. Pascapandemi, industri TPT baru mulai bangkit meskipun masih tertahan oleh polemik geopolitik global yang menyebabkan penurunan ekspor. Hingga kini, industri lokal tetap menjadi strategi penting untuk bertahan meskipun dihadang oleh serbuan produk-produk tekstil dan garmen impor yang membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri.

"Para pemangku industri TPT sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen. Namun, dalam rangka menghentikan impor ini, pemerintah belum mampu mengerem banjirnya impor legal dan ilegal," tuturnya.

Danang menegaskan bahwa Permendag No. 8 Tahun 2024 merupakan kekeliruan pemerintah yang memicu kehancuran industri tekstil dan garmen lokal. Alih-alih membanggakan produk lokal, aturan tersebut dinilai malah menggantinya dengan produk-produk tekstil dan garmen yang sebagian besar berasal dari China.